Sahabat MQ, pada 11, 12, dan 13 Dzulhijjah, kita akan bertemu dengan hari tasryik. Hari tasyrik ini termasuk hari raya umat Islam, yang berlangsung setelah Idul Adha.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa tasryik bermakna syuruq, yang berarti terbit. Karena selain pada 10 Dzulhijjah, kaum muslimin juga menyembelih qurban pada waktu syuruq, setelah matahari terbit.

Hari tasryik juga disebut sebagai hari ibadah. Dalam Alquran surat Al Baqarah ayat 203, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Dan ingatlah kepada Allah di hari-hari yang terbilang.”

Menurut Ibnu Umar,  yang dimaksud dengan “hari-hari yang terbilang” adalah tiga hari setelah Idul Adha, yaitu hari tasyrik. Sementara, Ibnu Abbas berpendapat bahwa “hari-hari yang terbilang” jumlahnya empat hari, Idul Adha dan tiga hari setelahnya.

Sahabat MQ, syariat tidak memperkenankan seseorang untuk berpuasa pada hari tasyrik. Ibnu Rajab menjelaskan rahasia di balik larangan puasa di hari tasyrik,

Orang-orang yang bertamu ke baitullah telah mengalami keletihan karena perjalanan berat yang mereka lalui. Di samping kelelahan setelah ihram dan melaksanakan manasik haji serta umrah, Allah mensyariatkan kepada mereka untuk beristirahat dengan tinggal di Mina pada hari kurban dan tiga hari setelahnya. Dan Allah memerintahkan mereka untuk makan daging sembelihan mereka.

Di saat itulah, mereka mendapatkan jamuan dari Allah karena kasih sayang Allah kepada mereka. Hari tasryik juga menandakan hari untuk menikmati berbagai hidangan, sekaligus hari berbahagia bagi umat muslim karena masih dalam nuansa Idul Adha.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda, “Sesungguhnya pada hari tasryik adalah hari makan, minum, dan mengingat Allah (dzikrullah).” (HR. Muslim)

Sahabat MQ, meskipun diharamkan untuk berpuasa di hari tasryik, akan tetapi bagi  jamaah haji yang tidak mampu membayar dam atau denda dalam haji dapat memilih menggantikannya dengan puasa tiga hari selama perjalanan haji pada hari tasryik.