MQFMNETWORK.COM, Bandung – Amerika Serikat dan beberapa Negara Arab secara aktif terlibat dalam penyusunan rencana pembentukan Negara Palestina. Menurut sejumlah pejabat Amerika Serikat dan Arab mengungkapkan terdapat urgensi untuk menyelesaikan rencana tersebut demi terciptanya perdamaian jangka panjang antara Israel dan Palestina.

Pihaknya mengeklaim bahwa gencatan senjata dan negosiasi pembebasan sandera antara Israel dan Hamas juga termasuk dalam rencana tersebut. Disebutkan pula, bahwa gencatan senjata awal selama enam pekan diharapkan dapat memfasilitasi pengumuman rencana tersebut, untuk dapat menggalang dukungan.

Pakar Hubungan Internasional UGM, Dra. Siti Daulah Khoiriati, MA mengatakan, dengan adanya kabar bahwa Amerika Serikat dan beberapa Negara Arab yang berencana mendeklarasikan Palestina merdeka, perlu berhati-hati dalam menyikapi berita tersebut. Disatu sisi, seolah-olah memberikan harapan, bahwa Amerika negara Adidaya memberi respos positif terkait kemerdekaan Palestina, namun disisi lain, berdasarkan berita-berita yang berkembang dan juga berbagai riset menyatakan bahwa kemungkinannya sangat kecil bahwa Palestina akan merdeka dalam waktu dekat.

Dra. Siti mengungkapkan dalam Bincang Sudut Pandang Radio MQFM Bandung, Senin pagi (19/2), dengan adanya kabar tersebut, maka hal ini harus dilihat secara komperhensif agar tidak terlena dengan euforia bahwa Palestina akan merdeka. Namun, tidak boleh juga pesimis, harapan besar tersebut harus dibangun, dan jangan sampai mengurangi semangat untuk terus mendukung Palestina.

Pakar Hubungan Internasional UGM, Dra. Siti Daulah Khoiriati, MA

Dalam Hukum Internasional, kemerdekaan suatu negara ditentukan oleh 3 hal yaitu, adanya Pemerintahan, pengakuan dari Internasional, dan ada wilayah tertentu yang dijadikan sebagai negara merdeka. Sampai dengan saat ini, menurut Dra. Siti, wilayah yang akan dijadikan negara merdeka untuk Palestina masih belum jelas, masih menjadi pertentangan dengan wilayah yang diklaim oleh Israel, yaitu wilayah Tepi Barat dan juga Jalur Gaza.

Sementara itu, pemerintahan di Palestina masih belum solid, masih terdapat faksi-faksi, kelompok pejuang Palestina, sehinggga belum ada pemerintahan yang terpusat bagi negara Palestina. Jika dilihat dari solusi dua negara yang terus digaungkan Internasional belum dapat diterima, hal tersebut masih ditempuh dalam persidangan hukum Internasional.

Dalam pandangan hubungan Internasional, apapun yang dilakukan institusi Internasional pasti berpengaruh pada sistem Internasional. Dari hal tersebut akan berlaku norma yang berlaku meskipun apa yang dihasilkan Hukum Internasional (ICJ) belum mampu menghukum Israel sejauh ini.

ICJ akan sangat berperan secara signifikan dalam menyikapi hal-hal yang berkaitan dengan hukum Internasional. Hukum Internasioanl dan Institusi Internasional berperan aktif untuk dapat melakukan tindakan tegas dalam ketidakadilan yang sedang berlaku saat ini. Maka dari itu, Dra. Siti mengatakan, hukum Internasional harus ditempuh.

Israel telah melakukan agresi besar-besaran, melanggar HAM, dan juga genosida. Maka hal tersebut tidak boleh dianggap sebagai tindakan yang normal, Hukum Internasional menjadi dasar untuk dapat menindak denagn tegas kekejaman yang saat ini kita saksikan bersama. Menurut Dra. Siti, upaya yang dapat dihadirkan adalah dengan memberikan hukuman paksa dan juga hukuman norma.

Adapun peran Indonesia, dalam hal ini Kementerian Luar Negeri telah melakukan upaya memediasi dengan Negara-negara Arab, dan juga melakukan hubungan diplomatik antar negara untuk mendorong agar ada tindakan tegas terhadap agresi yang dilakukan Israel ke Palestina. Konsistensi Indonesia menjadi kunci keberpihakan Indonesia terhadap Palestina, karenanya kita diingatkan dengan landasan konstitusi dengan mewujudkan penjajahan di atas dunia yang harus dihapuskan.

Reporter: Mochamad Dava