Apakah Anda sering mendengar istilah susu pasteurisasi dan susu UHT? Mungkin sebagian orang masih bingung untuk membedakan antara kedua jenis susu ini. Selain itu, ada pula jenis susu bubuk dan cair yang bisa jadi pilihan untuk menambah asupan gizi setiap hari. Namun, di antara semua jenis susu ini, manakah yang lebih baik dikonsumsi?
Pada dasarnya susu merupakan minuman segar yang diperoleh langsung dari pemerasan hewan mamalia, seperti sapi. Susu segar mengandung gizi tinggi yang diperlukan untuk pertumbuhan badan. Namun, susu ini sangat mudah rusak jika tidak lekas dipanaskan dan segera dikonsumsi. Dan jika terkontaminasi udara setelah diperah, susu akan semakin rentan membawa bakteri yang berbahaya bagi kesehatan tubuh.
Orang kebanyakan mengenal dengan istilah susu cair, susu kental manis, dan susu bubuk. Padahal jika dijabarkan lebih rinci lagi, ada beberapa jenis susu yang harus kamu tau perbedaannya. Ada susu UHT dan susu pasteurisasi juga. Agar makin paham, simak penjelasan Inspirasi Siang MQ FM berikut, ya!
Susu kental manis yang sebenarnya lebih cocok jadi topping daripada dikonsumsi tiap hari
Proses pembuatan susu murni menjadi susu kental manis dimulai dengan melakukan pemanasan dengan suhu 80 derajat Celcius selama 3 jam. Proses ini akan menghilangkan sekitar 60 % kadar air. Untuk mengentalkan susu, dilakukan proses evaporasi secara bertahap. Dalam proses ini dilakukan penambahan vitamin D dan standardisasi nutrisi. Kemudian akan dipanaskan kembali dengan suhu yang lebih tinggi yaitu 115,5-118,5 °C selama 15 menit untuk sterilisasi. Akan didapatkan susu evaporasi dengan struktur lebih pekat dibandingkan susu murni, dan mengandung kira-kira 25% padatan susu bukan lemak. Susu inilah yang kemudian menjadi susu kental manis dengan penambahan gula yang juga berfungsi sebagai bahan pengawet.
Sebagai catatan, susu kental manis memiliki kandungan kalori dan gula yang tinggi dibandingkan dengan zat gizinya. Kadar protein, vitamin A dan D juga lebih kecil dibandingkan jenis susu lainnya. Itulah mengapa susu jenis ini yang paling murah harganya di pasaran. Tentunya ini juga tidak baik untuk dikonsumsi sehari-hari terlebih pada anak-anak.
Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah proses pemanasan pada susu segar sebelum susu tersebut siap untuk dikonsumsi. Banyak anggapan yang berkembang bawa susu pasteurisasi tidak lebih baik dari susu murni atau susu segar. Anggapan ini muncul karena proses pasteurisasi dianggap bisa merusak kandungan protein, lemak, dan nutrisi lainnya yang terdapat pada susu murni.
Faktanya, susu pasteurisasi adalah jenis susu yang mengalami proses pemanasan dengan perkiraan suhu sekitar 30-60 derajat celcius selama kurang lebih 30 menit. Susu hasil pasteurisasi juga bisa bertahan lebih lama untuk dikonsumsi ketimbang susu segar. Selain itu, anggapan-anggapan negatif mengenai susu pasteurisasi tidaklah benar. Seperti anggapan yang menyebut proses pasteurisasi akan merusak kandungan nutrisi pada susu. Padahal sebenarnya, proses pasteurisasi tetap menjaga kandungan nutrisi di dalam susu.
Anggapan negatif lain yang menyebutkan bahwa proses pasteurisasi membuat kadar kalsium dalam susu berkurang juga tidaklah benar. Faktanya, kadar kalsium tetap terjaga meskipun susu tersebut telah melalui proses pasteurisasi. Karena itu, tidak sedikit peneliti yang berpendapat bahwa mengonsumsi susu pasteurisasi lebih dianjurkan dibanding susu segar.
Kelebihan lain dari susu pasteurisasi, yakni metode ini dapat membunuh patogen atau bakteri yang ada dalam susu segar, sehingga membuatnya aman dikonsumsi tanpa risiko kesehatan. Rasa dan tekstur susu pasteurisasi pun mengalami improvisasi, sehingga lebih nikmat dikonsumsi. Hal ini dibenarkan oleh ilmuwan nutrisi dari Amerika Serikat, Dr. Matthew Lantz Blaylock PhD yang menganjurkan kita mengonsumsi susu yang sudah diproses, seperti susu pasteurisasi dan susu UHT.
UHT
UHT adalah kependekan dari Ultra High Temperature. Sama seperti pasteurisasi, UHT adalah proses pemanasan susu segar yang dilakukan setelah diperah langsung dari sapi. Hal yang berbeda dengan pasteurisasi adalah tingkat pemanasannya. Pada UHT, susu dipanaskan dengan suhu yang relatif lebih tinggi, yakni 135-150 derajat celcius namun dalam waktu yang sangat singkat, yakni 2-3 detik. Tidak jauh berbeda dengan pasteurisasi, proses pemanasan pada susu UHT juga bertujuan untuk mematikan bakteri jahat yang terdapat pada susu segar.
Seperti halnya dengan pasteurisasi, susu UHT dianggap mengalami pengurangan nilai nutrisi dari susu segar karena telah mengalami proses pemanasan. Faktanya, susu UHT relatif tidak mengurangi nilai dan kandungan nutrisi yang terdapat pada susu segar. Selain itu, pada susu UHT, waktu pemanasan yang singkat bertujuan untuk mencegah kerusakan nilai gizi susu dan mendapatkan warna maupun aroma yang tidak berbeda jauh dengan susu pada keadaan semula.
Susu UHT juga memiliki ketahanan yang lebih lama dibandingkan susu pasteurisasi. Setidaknya, susu UHT bisa bertahan untuk dikonsumsi antara 6-12 minggu. Bahkan tanpa disimpan di lemari es, susu UHT tetap mempunyai daya tahan yang lama. Meski begitu, disarankan segera konsumsi setelah kemasan susu UHT dibuka. sesuai ketentuan penyajian yang berlaku.
Dengan menggunakan suhu lebih tinggi dalam mengolahnya, susu UHT menjadi lebih steril dibanding dengan susu pasteurisasi. Pada susu UHT, hampir semua bakteri yang terdapat pada susu segar bisa hancur dan dimusnahkan.
Di Indonesia susu bubuk jadi paling banyak dikonsumsi
Membayangkan bentuk asli susu yang cair kemudian berubah menjadi bubuk tentu ada satu pertanyaan yang terlintas tentang bagaimana proses pembuatannya? Susu bubuk ternyata merupakan bubuk yang dibuat dari susu kering yang solid. Dalam pembuatannya, susu akan dikeringkan dengan spray dryer atau roller dryer dengan suhu 200 derajat Celcius.
Bayangkan, dengan suhu setinggi itu, sebagian dari nutrisi yang dikandung akan hilang. Untuk itu, dilakukan fortifikasi kembali, atau penambahan nutrisi ke dalam susu bubuk agar tetap memenuhi kandungan yang seharusnya. Meski begitu, bisa dibilang nilai gizi alami susu sudah tidak ada. Selain itu, susu bubuk biasanya mengandung lemak nabati yang ditambahkan, karena lemak hewaninya hilang saat proses pemanasan.
Masyarakat kita lebih menggemari susu bubuk dibandingkan susu cair. Beberapa dari mereka bahkan masih menambahkan gula sebagai pemanis. Berdasarkan data Canadean Survey pada tahun 2008, konsumsi susu bubuk Indonesia mencapai 82,1% dari total konsumsi susu. Sedangkan susu cair hanya 17,9 %. Berbeda dengan Belanda di mana hampir 100% masyarakatnya minum susu cair segar. Untuk Amerika Serikat, konsumsi susu cair segar berkisar di angka 99,7%. Sedangkan di Asia seperti Thailand, masyarakat yang meminum susu cair segar sekitar 88,2%.