Sahabat MQ, seringkali ketika kita bercanda diselingi dengan kebohongan. Berbohong hanya untuk membuat orang tertawa, atau hingga mengolok-olok orang, bahkan agama.
Ada kalanya kita juga mengalami kelesuan dan ketegangan setelah menjalani kesibukan. Atau muncul rasa jenuh dengan berbagai rutinitas sehari – hari. Dalam kondisi seperti ini, kita membutuhkan penyegeran dan bercanda.
Kadang kita bercanda dengan keluarga atau dengan sahabat. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat manusiawi dan diperbolehkan. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam juga melakukannya. Akan tetapi, ada beberapa hal yang harus kita perhatikan ketika bercanda:
- Meluruskan tujuan, yaitu bercanda untuk menghilangkan kepenatan, rasa bosan dan lesu serta menyegarkan suasana.
- Jangan melewati batas, karena terlalu banyak bercanda akan menjatuhkan wibawa seseorang.
- Jangan bercanda dengan orang yang tidak suka bercanda. Hal ini akan menimbulkan akibat buruk. Oleh karena itu, lihatlah dengan siapa kita hendak bercanda.
- Jangan bercanda dalam perkara – perkara yang serius. Ada beberapa kondisi yang tidak sepatutnya bagi kita untuk bercanda, seperti dalam keadaan berduka atau terkait permasalahan agama.
- Hindari perkara – perkara yang dilarang Allah subhanahu wa ta’ala saat bercanda. Misalnya, menakut – nakuti seorang muslim dalam bercanda, melecehkan sekelompok orang tertentu, dan lain sebagainya.
- Jangan melecehkan syiar – syiar agama dalam bercanda. Celotehan dan guyonan para pelawak yang mempermainkan simbol – simbol agama, ayat – ayat al – qur’an dan syiar – syiarnya, bisa menjatuhkan pelakunya dalam kemunafikan dan kekufuran.
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat At Taubah ayat 64 dan 65:
“Orang – orang munafik itu takut jika diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi di dalam hati mereka. Katakanlah kepada meraka : “teruskanlah berolok-olok (terhadap Allah dan RasulNya)”. Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu takuti. Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: “sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain – main saja”. Katakanlah : “apakah dengan Allah, ayat – ayatNya dan RasulNya kamu selalu berolok – olok?”
Sahabat MQ, dengan kita mengetahui kedudukan bercanda dalam pandangan islam, mengetahui cara Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bercanda, dan batasan – batasan yang dibolehkan dalam bercanda, semoga kita tidak terjerumus ke dalam candaan yang menjerumuskan kita pada kebohongan.