Sahabat MQ, dalam mencapai kesuksesan, manusia sudah diberikan kesempatan oleh Allah untuk memilih jalan ikhtiarnya masing-masing. Dalam perjalanan menuju tujuan tersebut, pada umumnya manusia lebih senang ketika mendapat jalan pintas. Namun di antaranya, kemudahan jalan pintas menuju kesuksesan ini, tak jarang justru berujung pada keserakahan.
Di zaman yang erat kapitalisme ini, tawaran memberi suap menjadi jalan pintas yang paling diminati. Memberi suap memungkinkan seseorang untuk memberi sejumlah uang atau barang demi melancarkan misi yang ingin dicapai.
Fenomena yang terjadi di masyarakat kita ialah memberikan sesuatu kepada orang lain yang mempunyai pengaruh untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Seperti, seseorang yang memberikan sesuatu karena ingin pekerjaan atau jabatan, atau seseorang yang memberikan uang atau barang kepada hakim supaya memenangkan perkaranya dalam pengadilan. Perbuatan semacam ini biasa disebut menyuap.
Suap menyuap bisa terjadi di mana saja, tidak hanya dijumpai dalam hukum pengadilan saja. Akan tetapi dapat terjadi dalam segala hal selama ia memberikan sesuatu dengan jalan yang bathil agar keinginannya dapat tercapai. Untuk mencapai sesuatu yang diinginkan seseorang bisa jadi mau melakukan hal-hal yang dilarang syariat. Seperti orang yang menginginkan jabatan, dia rela memberi uang kepada atasannya untuk memuluskan keinginannya itu. Fenomena masyarakat yang demikian ini sudah biasa dilakukan dan seakan-akan bukan perbuatan tabu lagi.
Di samping itu, fenomena yang lain ialah seseorang yang memberikan hadiah kepada seseorang yang mempunyai pengaruh atau otoritas. Akan tetapi ada maksud tertentu di balik pemberian hadiah tersebut. Oleh karena itu, yang dikatakan suap atau uang sogokan adalah pemberian sesuatu dengan tujuan membatalkan suatu yang haq atau untuk membenarkan suatu yang bathil.
Adapun dalam perkara hukum, pemberian diberikan seseorang kepada hakim atau yang lain untuk memenangkan perkaranya, atau memuluskan keinginannya. Suap bisa berarti sesuatu yang bisa mengantarkan seseorang pada keinginannya dengan cara yang dibuat-buat atau tidak semestinya.
Oleh karena itu, secara garis besar, suap adalah pemberian apa saja baik berupa uang atau yang lain kepada penguasa, hakim, atau pengurus suatu urusan, agar memutuskan perkara atau menangguhkannya dengan cara yang bathil.
Islam Memandang Suap
Allah melarang hamba-Nya untuk saling memakan harta dengan cara yang bathil. Sebagaimana firman-Nya:
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.“ (Qs. Al-Baqarah: 188)
Ayat ini menunjukkan bahwa keputusan hakim itu sedikitpun tidak dapat merubah hukum sesuatu yang sebenarnya haram menjadi halal atau yang halal menjadi haram. Hanya saja seorang hakim terikat pada apa yang tampak darinya. Jika sesuai, maka itulah yang diinginkan. Dan jika tidak, maka hakim tetap mendapat pahala, sedangkan orang yang melakukan tipu muslihat mendapat dosa.
Orang yang memberi suap atau sogokan untuk memuluskan keinginannya dan yang menerima suap, berarti mereka telah bekerja sama dalam perbuatan dosa dan kebathilan. Mereka telah tolong-menolong dalam hal keharaman. Padahal, AllAh telah berfirman:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya alloh amat berat siksa-nya.” (Qs. Al-Maidah: 2)
Seharusnya yang menerima suap menolak pemberian suapnya dan harus mengingatkannya bahwa memberikan suap itu adalah perbuatan yang bathil dan dzalim. Demikian juga sebaliknya seandainya ada yang meminta suap, maka harus menolaknya dan mengingatkannya. Inilah yang dikatakan saling menasihati dan mengingatkan dalam hal kebenaran.
Karena betapa besar dosa suap-menyuap ini, maka Rasulullah melaknat orang yang memberi suap dan yang menerima suap, sebagaimana sabdanya :
“Rasululloh melaknat orang yang memberi suap dan yang menerima suap.” (HR. Abu Daud)
Orang yang memberi suap dan yang menerima suap berarti telah bekerja sama dalam hal dosa, kebathilan dan kedzaliman, padahal Allah telah melarangnya dan menganjurkan untuk tolong-monolong dalam kebaikan dan ketaqwaan. Penyuap dan penerimanya sama-sama dilaknat Rasulullah.
Seharusnya umat islam menjauhi perbuatan suap ini dan saling menasihati dan mengingatkan bahwa perbuatan tersebut termasuk dosa besar.
(Konten ini disiarkan dalam segmen Mozaik Islam, setiap Sabtu – Ahad pukul 17.00 WIB)