Pengamat Militer dan Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan, perlu ada evaluasi sistem pendidikan TNI. Hal ini untuk mengantisipasi sejak dini perubahan orientasi seksual di kalangan TNI. Permasalahan ini pun menjadi tantangan bagi PanglimaTNI baru nantinya.

“Panglima TNI yang baru harus bisa menjawab tantangan bagaimana pola pembinaan personel yang tidak membuka peluang terjadinya praktik disorientasi seksual prajurit,” kata Fahmi saat diwawancarai MQFM dalam segmen Sudut Pandang pada Senin (28/6).

Menurutnya, konsep pendidikan berasrama tidak mungkin dihindari oleh TNI sehingga perlu ada evaluasi sistem pendidikan TNI dan perlu antisipasi sejak dini terkait perubahan orientasi seksual. “Perlu metode bimbingan yang antisipatif,” katanya.

Persoalan LGBT di kalangan TNI ini, menurut Fahmi, tidak boleh dibiarkan dan harus menjadi agenda prioritas dalam pembinaan personel TNI.

“Perlu sanksi tegas supaya tidak semakin meluas, tidak mempengaruhi kesiapsiagaan, dan tidak menggangu soliditas,” jelasnya.

Ia mengatakan, fenomena LGBT di kalangan TNI/Polri bukan disebabkan oleh lemahnya sistem rekrutmen, akan tetapi lebih berpeluang terjadi dalam proses pendidikan.

“Ini merupakan risiko dari sistem pendidikan berasrama dan harus diantisipasi sejak dini,” katanya.

Fahmi mengapresiasi sikap Kepala Staff Angkatan Laut TNI, Laksamana Yudo Margono yang mengatakan secara terbuka terkait bahaya LGBT yang termasuk dalam pelanggaran hukum kesusilaan.