Sahabat MQ, bulan Agustus bagi bangsa kita menjadi sangat bersejarah. Di mana pada bulan ini kita memperingati hari kemerdekaan bangsa indonesia, melepaskan diri dari cengkraman para penjajah.

Peringatan ini bertujuan untuk membangun kecintaan kita kepada bangsa dan negara sebagai tanah air kita. Namun, bagaimana islam mengatur kecintaan kita terhadap negara?

Cinta negeri sama halnya dengan cinta jiwa dan harta, merupakan tabiat dan fitrah manusia. Seluruh manusia berperan serta dalam kecintaan ini, baik dia kafir maupun mukmin. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Dan sesungguhnya kalau kami perintahkan kepada mereka:”bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu”, niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka.”” (Qs. An-Nisa’: 66)

Di dalam Islam, jika negeri kita diserang musuh, wajib bagi kita untuk jihad membela negeri dari serangan tersebut. Apalagi, jika negeri tersebut memiliki keistimewaan seperti Mekkah dan Madinah, maka mencintainya adalah sebuah ibadah.

Dalam suatu hadist dari Abu Musa, ia berkata bahwa ada seseorang yang pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas ia berkata, “ada seseorang yang berperang (berjihad) untuk membela sukunya (tanah airnya); ada pula yang berperang supaya disebut pemberani (pahlawan); ada pula yang berperang dalam rangka riya’ (cari pujian), lalu manakah yang disebut jihad di jalan Allah?

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “siapa yang berperang supaya kalimat Allah itu mulia (tinggi) itulah yang disebut jihad di jalan allah.” (HR. Bukhari – Muslim)

Dalam hadist ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin menunjukkan niatan jihad yang benar apabila dilakukan ikhlas karena Allah, yaitu untuk meraih ridho-Nya.

Rasulullah pun Cinta Tanah Air

Dikisahkan, suatu hari, sahabat Ashil Al-ghiffari pulang dari makkah. Aisyah bertanya kepadanya, “bagaimana kamu meninggalkan Mekkah, wahai Ashil?”

Ashil menjawab, “saya meninggalkannya saat sungai-sungainya memutih, pohon-pohon mulai tumbuh daun-daunnya, dan bunga-bunganya mulai berkembang dan keluar daun-daunnya.”

Mendengar itu, air mata Rasulullah shallallahu alaihi wasalam menetes. Rasulullah  shallallahu alaihi wasalam berkata, “sudahlah wahai Ashil, jangan membuat kami bersedih.”

Hadis ini mengisyaratkan, bahwa nabi shallallahu alaihi wasalam adalah warga Madinah, sedangkan Mekkah adalah tanah-airnya tempat beliau dilahirkan dan dibesarkan. Cintanya kepada Mekkah abadi, jika saja tidak diusir oleh kaumnya dan tidak diizinkan oleh Allah untuk berhijrah, maka Nabi shallallahu alaihi wasalam tidak akan meninggalkan Mekkah.

 

(Konten ini disiarkan dalam Mozaik Islam, setiap Sabtu – Ahad pukul 17.00 WIB)