Sahabat MQ, apa yang Anda rasakan ketika dipuji? Tentu sangat bahagia, bukan? Karena melalui pujian, kepercayaan diri kita meningkat.

Sebuah penelitian dari National Institute for Psychological Sciences Nagoya Institute of Technology dan University of Tokyo menemukan, sebuah pujian dapat mengaktifkan suatu area otak bernama striatum. Ini adalah bagian yang sama, yang aktif saat seseorang memberi Anda uang dan membuat anda termotivasi untuk bekerja lebih baik. Artinya, bagi otak, menerima pujian sama rasanya dengan menerima hadiah dalam bentuk uang.

Namun, pujian yang berlebihan seringkali menjebak kita menjadi haus pujian. Dan tentunya ini tidak baik bagi diri kita, karena ketika kita melakukan sesuatu berubah niat menjadi karena ingin dipuji.

Islam Memandang Pujian

Hakikat pujian sebenarnya adalah ujian. Karena sebuah ujian itu bisa berupa ujian kebaikan maupun keburukan.

Allah berfirman:

“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada kami-lah kamu dikembalikan.” (Qs. Al-anbiya’ : 35)

Pujian adalah ujian berupa kebaikan. Karena ketika kita dipuji, bisa jadi kita akan merasa sombong dan merasa takjub pada diri sendiri. Bahkan kita lupa, jika semua nikmat ini adalah dari Allah, kemudian kita merasa hebat dan sombong serta lupa bersyukur. Hal ini bisa mengakibatkan kagum terhadap diri sendiri dan hal itu merupakan  sifat yang bisa membinasakan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Tiga hal yang membawa pada jurang kebinasaan: tamak lagi kikir, mengikuti hawa nafsu (yang selalu mengajak pada kejelekan) dan ujub atau takjub pada diri sendiri.”

Karena sebenarnya, yang kita butuhkan adalah doa. Pujian biasanya menipu diri kita. Bahkan para ulama mengatakan, “pujian orang tidak akan menipu orang yang tahu diri, yaitu tahu bahwa ia tidak sebaik itu dan banyak aib serta dosa.”

 

(Konten ini disiarkan dalam Program ‘Mozaik Islam’, setiap Sabtu – Ahad pukul 17.00 WIB)