Tidak ada satupun di alam semesta ini, kecuali ciptaan Allah swt. Tidak ada satupun di jagat raya ini , kecuali milik Allah swt. Tidak ada satupun isi alam semesta ini, kecuali Allah yang mengurusnya di setiap saatnya. Tidak ada yang bisa terjadi, tanpa seizin Allah swt. Bahkan bergabungnya jin dan manusia menginginkan atau membantah sesuatu, tidak akan pernah terwujud tanpa seizin Allah swt.
Allah swt mengetahui segalanya terhadap seluruh mahluknya
Allah swt mengetahui segala-galanya terhadap seluruh mahluknya, tetapi fokus yang menjadi penilaian Allah kepada mahluknya bukan dari bnetuknya ataupun dari fisiknya, melainkan dari hati dan amal-amalnya. Sebagimana dalam sabda Rasulullah saw :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian. Akan tetapi, Allah hanyalah melihat pada hati dan amalan kalian.” (HR. Muslim no. 2564).
Orang yang fokus mencari kedudukan disisi Allah adalah orang yang fokus memperbaiki niat dan amalnya
Maka dari itu kesibukan yang sesungguhnya adalah fokus kepada dua hal ini, yaitu fokus memperbaiki hati dan amal kita. Siapapun yang akan mencari kedudukan disisi Allah swt, seyogyanya haruslah fokus, bagaimana hatinya memiliki derajat Qolbus salim, dan amal-amalnya yang diterima oleh Allah swt.
Baik buruknya amal tergantung dari niatnya
Semua orang bisa berbuat amal, tetapi kalau hatinya salah, maka jadi masalah. Karena apapun amal kita, seberapa besar kecilnya amal kita itu tergantung kepada niat kita, tentunya niat yang baik berawal dari hati yang baik pula. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah saw :
Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907].
Hadits ini menjelaskan bahwa setiap amalan benar-benar tergantung pada niat. Dan setiap orang akan mendapatkan balasan dari apa yang ia niatkan. Balasannya sangat mulia ketika seseorang berniat ikhlas karena Allah, namun ketika seseorang berniat beramal hanya karena mengejar dunia seperti karena mengejar wanita, yang mana dalam hadits disebutkan contoh amalannya yaitu hijrah, ada yang berhijrah karena Allah dan ada yang berhijrah karena mengejar dunia. Maka balasan dari Allah swt adalah sesuai dengan niatnya. Jadi beruntunglah orang yang berniat lurus karena Allah, dan merugilah orang yang beramal ada persaan bukan karena Allah, walaupun tercapai dari niat sisi dunianya, namun disisi Allah amal tersebut tidak ada nilainya.
Jadi jangan merasa aman dengan banyaknya ilmu dan banyaknya amal, karena belum tentu dengan ilmu dan amal tersebut dapat mengantarkan kita ke surga, selama dalam hatinya masih ada harapan terhadap mahluk.
Aman itu kalau kita bersungguh-sungguh setiap saat untuk riadoh (melatih diri) dengan sungguh-sungguh melepaskan keinginan mempunyai kedudukan disisi mahluk, karena yang demikianlah yang merusak amal-amal kita. Betapa sering kita ingin diakaui , dipuji, dikagumi oleh mahluk, yang mana yang demikian itu hanyalah kepuasan semata, tetapi merusak terhadap amal kita dan keberkahan amal kita.