Keteladanan berasal dari kata dasar “teladan” yang berarti perbuatan atau barang dan sebagainya yang patut ditiru atau dicontoh. Sehingga keteladanan berarti hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh. Dalam bahasa Arab keteladanan diungkapkan dengan kata uswah dan qudwah. Artinya teladan adalah suatu keadaan seseorang dihormati oleh orang lain yang meneladaninya. Pengertian al-Ashfahani ini terkesan lebih luas karena keadaan ini bisa dalam hal kebaikan, kejelekan, kejahatan, atau kemurtadan. Kata uswah terdapat dalam al-Quran dengan diberi sifat dibelakangnya dengan sifat hasanah yang berarti baik. Sehingga terdapat ungkapan uswatun hasanah yang berarti teladan yang baik.
Apabila kita mencermati sistem pendidikan Nabi Muhammad Saw, maka keteladanan merupakan metode yang paling mendominasi metode lainnya, terutama dalam bidang akhlak. Beliau selalu lebih dulu mempraktekkan semua ajaran dari Allah, sebelum menyampaikannya kepada umat. Keteladanan sebagai salah satu metode pendidikan didasarkan pada dua sumber, yaitu al-Quran dan al-Hadis. Dalam al-Quran keteladanan diistilahkan dengan kata uswah hasanah, sebagaimana dalam surat al-Ahzab ayat 21, yang berbunyi:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Terjemah:”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Selanjutnya, setiap aktifitas yang dilakukan orang tua dalam bentuk perilaku sehari-hari, pada hakikatnya merupakan suri teladan. Hal ini disebabkan anak selalu mengamati, merekam kemudian meniru apa yang diperbuat oleh orang tuanya. Kebutuhan akan keteladanan dapat dipahami dari keterangan Abdurrahman an- Nahlawi bahwa manusia secara fitrah senantiasa mencari figur teladan yang akan dijadikan pedoman dan panutan dalam hidupnya. Oleh karena itulah Allah mengutus Nabi Muhammad Saw agar menjadi uswatun hasanah bagi seluruh manusia
Dalam perspektif psikologi, bahwasanya anak dalam perkembangan kepribadiannya selalu membutuhkan seorang tokoh identifikasi. Identifikasi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain. Hal ini karena secara insting manusia pada dasarnya memiliki kecenderungan untuk mencontoh atau mengikuti orang lain, terlebih lagi mereka yang dianggap sebagai figur atau panutan. Abdurrahman an-Nahlawi juga mengakui adanya insting beridentifikasi dalam jiwa manusia, ia mengatakan: Kebutuhan manusia terhadap teladan lahir dari gharizah (naluri) yang bersemayam dalam jiwa manusia, yaitu taqlid (peniruan).Gharizah dimaksud adalah hasrat yang mendorong anak, orang yang lemah, dan orang yang dipimpin untuk meniru perilaku orang dewasa, orang kuat dan pemimpin.