Kisah Ali bin Abi Thalib dan Fatimah putri Rasulullah shalallahu alaihi wasalam mengajarkan kita tentang menjaga perasaan dengan cara yang baik, mengutamakan ketaatan kepada Allah atas segalanya, termasuk perasaan terhadap lawan jenis.
Ketika itu, Ali hanya seorang pemuda biasa yang memiliki harta baju besi yang sedang ia gadaikan. Ia memiliki kecenderungan terhadap Fatimah, namun dirinya merasa tidak pantas jika harus mendatangi Rasulullah shalallahu alaihi wasalam untuk menikahi Fatimah tanpa kemapanan harta yang cukup.
Dalam ikhtiarnya memantaskan diri untuk Fatimah, selalu saja ada cerita yang ia dengar dan hampir mematahkan semangatnya. Seperti ketika ia mendengar cerita tentang Abu Bakar dengan kesalihan dan kemapanan yang dimilikinya mendatangi Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bermaksud untuk menjadikan Fatimah sebagai istrinya.
Mendengar hal itu, ada rasa kecewa di hati Ali. Namun, dia lebih mendahulukan kebahagiaan Fatimah dibandingkan dirinya, ia juga berusaha menata hati untuk mengikhlaskan. Karena, dia yakin Fatimah akan lebih bahagia dengan Abu Bakar jika dibandingkan dengan dirinya yang tidak punya apa apa.
Akan tetapi, Rasulullah shalallahu alaihi wasalam tidak menerima lamaran Abu Bakar dengan alasan Fatimah masih muda.
Begitupun dengan Umar dan Usman, kedua sahabat Ali yang juga tidak kalah salih dan kaya itu pun ditolak oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasalam. Betapa kejadian itu, membuat Ali resah.
***
Suatu hari, datanglah Ali menemui Rasulullah shalallahu alaihi wasalam dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Ia memberanikan diri menghadap Rasulullah shalallahu alaihi wasalam dan menyampaikan maksud hatinya untuk meminang Fatimah menjadi istrinya.
Ketika itu wajah Rasulullah shalallahu alaihi wasalam nampak berseri-seri. Sambil tersenyum beliau berkata kepada Ali bin Abi Thalib, “wahai Ali, apakah engkau mempunyai suatu bekal mas kawin?”
Ali menjawab, “Demi Allah, engkau sendiri mengetahui bagaimana keadaanku, tak ada sesuatu tentang diriku yang tidak engkau ketahui. aku tidak punya apa apa selain sebuah baju besi, sebilah pedang dan seekor unta.”
Rasulullah menjawab, “tentang pedangmu itu, engkau tetap memerlukannya untuk meneruskan perjuangan di jalan Allah. Dan untamu itu engkau juga perlu untuk keperluan mengambil air bagi keluargamu dan juga engkau memerlukannya dalam perjalanan jauh. Oleh karena itu, aku hendak menikahkan engkau hanya atas dasar mas kawin sebuah baju besi saja. Aku puas menerima barang itu dari tanganmu. Wahai Ali, engkau wajib bergembira, sebab Allah sebenarnya sudah lebih dahulu menikahkan engkau dilangit sebelum aku menikahkan engkau di bumi.”
Setelah segala galanya siap, dengan perasaan puas dan hati gembira, dan disaksikan oleh para sahabat, Rasulullah shalallahu alaihi wasalam menikahkan putrinya.
Demikianlahkisah ini sebagaimana yang diceritakan Ummu Salamah radhiyallahu anha.