Sahabat MQ, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak hanya menggapai kesempurnaan rohani, tapi juga ragawi. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling indah penampilan fisiknya dan paling sempurna kepribadiannya. Kesempurnaan dan keistimewaan ini tidak dimiliki oleh manusia lainnya.
Namun memang umat islam saat ini tidak bisa melihat wajah Nabi Muhammad yang telah wafat belasan abad lalu. Beberapa tahun ke belakang ada yang melukis wajah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tentu hal ini membuat geger.
Lalu, bagaimana Islam memandang hal ini?
Saat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam hidup, tidak ada seorang pun yang pernah melukis wajahnya dan juga kamera foto saat itu belum ditemukan. Hal ini pun menjadi sumber masalahnya. Dengan masalah itu sebenarnya kita harus bangga, sebab keharaman menggambar wajah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam justru merupakan bukti otentik betapa islam sangat menjaga originalitas sumber ajarannya. Larangan melukis Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga terkait dengan keharusan menjaga kemurnian ‘aqidah kaum muslimin.
Sebagaimana sejarah permulaan timbulnya paganisme atau penyembahan kepada berhala adalah dibuatnya lukisan orang-orang saleh, yaitu wadd, suwa’, yaguts, ya’uq, dan nasr oleh Kaum Nabi Nuh ‘alaihis salam.
Pada awal kejadian, lukisan tersebut hanya sekedar digunakan untuk mengenang kesalehan mereka dan belum disembah. Tetapi, setelah generasi ini musnah, muncul generasi berikutnya yang tidak mengerti tentang maksud dari generasi sebelumnya membuat gambar-gambar tersebut, kemudian setan menggoda mereka agar menyembah gambar-gambar dan patung-patung orang saleh tersebut.
Melukis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dilarang karena bisa membuka pintu paganisme atau berhalaisme baru. Padahal, islam adalah agama yang paling anti dengan berhala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tidak ingin meniru kelakuan orang-orang ahli kitab yang mengkultuskan orang-orang saleh mereka dengan membuat gambar-gambarnya agar dikagumi lalu dipuja.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menyerupai mereka: “Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Daud)
Selain itu, perlu kita ketahui bahwa kedudukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam aqidah islam itu bukan sekedar menjadi pembawa wahyu dari Allah semata. Namun peran beliau jauh lebih luas dari itu. Beliau adalah representasi semua perintah dan larangan Allah subhanahu wa ta’ala, bukan hanya sebatas teks-teks wahyu, tetapi semua yang beliau katakan, semua yang beliau lakukan, bahkan segala penampilan dan gerak-gerik beliau. Semuanya tidak bisa dilepaskan dari kenyataan bahwa beliau adalah sosok resmi utusan Allah subhanahu wa ta’ala.
Maka penampilan beliau dalam ekspresi apapun, bahkan cara beliau berpakaian, menyisir rambut, merapikan jenggot dan kumis serta hal-hal kecil lainnya, tidak bisa dilepaskan dari sumber hukum dalam syariah islam. Sehingga, semua informasi tentang sosok Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu harus valid, shahih, benar, dan punya landasan ilmiyah serta bukti otentik. Tidak boleh hanya semata didasarkan pada hayal, ilusi, imajinasi, serta perkiraan subjektif dari orang yang tidak pernah bertemu langsung dengan beliau.
Inilah sebab utama kenapa umat islam dilarang melukis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu dalam rangka menjaga kemurnian ‘aqidah tauhid.
(Konten ini disiarkan dalam segmen Mozaik Islam, setiap Sabtu – Ahad pukul 17.00 WIB)