Kata qalbu berasal dari bahasa Arab, dari akar kata ‘qalaba’ -‘yaqlibu’ – ‘qalban’ yang artinya membalikkan, memalingkan, menjadikan yang di atas kebawah yang di dalam keluar dan qalbu artinya hati, jantung,akal. Terminologi kata ini menjadi karakteristik dari qalbu itu sendiri, yaitu memiliki sifat yang tidak konsisten.
Ulama tafsir klasik mengatakan dalam buku Mazheruddin Sidqi, Konsep al-Quran Tentang Sejarah,(1986: 6) bahwa hati, Allah bandingkan dengan lembah, karena hatilah yang menahan atau menyimpan cahaya penerangan yang datang dari pengetahuan atau pendalaman tentang al-Quran. Sama seperti lembah yang menahan atau menyimpan air yang tercurah dari langit. Demikianlah maka setiap hati menerima penerangan tentang al-Quran sesuai dengan kemurnian dan kesalehannya, serta kemampuan untuk memahami segala sesuatu.
Sebagai subsistem yang bekerja dalam sistem di mana qalbu mempunyai fungsi yang sangat penting, yakni sebagai alat untuk memahami realitas dan mempertimbangkan nilai-nilai serta memutuskan suatu tindakan. Qalbu disamping memiliki potensi yang banyak, ia juga bagaikan wadah yang didalamnya terdapat muatan-muatan yang memperkuat potensi itu
Aa Gym mengatakan qalbu adalah hati nurani atau lubuk hati yang paling dalam, yang merupakan sarana terpenting yang telah dikaruniakan oleh Allah kepada manusia. Qalbu adalah tempat bersemayamnya niat, yakni yang menentukan nilai perbuatan seseorang; Berharga atau sia-sia, mulia atau nista. Menurut Aa Gym qalbu itu mempunyai dua potensi yaitu : potensi positif dan potensi negatif. Potensi positif bisa membawa pemiliknya kepada kehidupan bahagia dengan kelapangan dada dan potensi negatif akan membawa pemiliknya kepada kesengsaraan hidup dengan kesempitan dada. Manajemen qalbu dalam hal ini akan menata qalbu supaya selalu berada pada
posisi positif dan menjauhkan qalbu dari pengaruh negatif.
Manusia yang dapat menata qalbunya adalah manusia yang memiliki akhlak baik di mata Allah, sehingga selalu melakukan hal-hal positif meski segala cobaan dan rintangan menyelimuti kehidupannya. Manusia yang dapat menata hatinya ke arah positif, maka hidupnya akan produktif dan penuh inovasi, karena ia selalu berprasangka baik terhadap sang kuasa. Manusia yang ber-husnudzan kepada Allah tidak akan menguras hati dan pikirannya untuk memikirkan hal buruk yang belum tentu terjadi, sebab yang ditanamkan dalam hatinya adalah “bagaimana saya bisa hidup tenang, tentram dan berguna bagi siapapun karena Allah SWT”. Lain dengan manusia yang tidak bisa menata qalbunya waktunya akan habis sia-sia memikirkan masalah yang sebenarnya tidak bermanfaat untuk dipikirkannya.
Di dalam Al Qur’an surat Ar-Ra’d ayat 28 :
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ
Terjemah: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.“
Sahabat MQ, banyak manusia yang mengalami kesuksesan dalam bekerja maupun dalam berbisnis atau berwirausaha, tetapi banyak pula yang mengalami kegersangan jiwa, kekosongan hati dan menjadikan kehidupannya menjadi hampa. Kegelisahan sering datang tak berujung karena dalam melaksanakan aktifitasnya lepas dari kontrol qalbu yang sehat. Dari ayat di atas menunjukan kepada manusia bahwa dengan menata hati untuk selalu ingat kepada Allah adalah inti dari ketenangan hidup. Seberat apapun problematika jika hati manusia tetap bisa dikendalikan dengan positif maka Allah akan selalu bersama dengan kita.