MQFMNETWORK.COM, Bandung – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) menjadi UU. Adapun UU DKJ disahkan melalui rapat paripurna DPR RI yang dipimpin langsung Ketua DPR RI, Puan Maharani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Dalam rapat paripurna tersebut, dihadiri oleh 303 anggota Dewan. Namun, hanya 69 yang hadir secara fisik. Selain itu, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi satu-satunya partai politik (parpol) yang menolak pengesahan UU DKJ. Dengan disahkannya aturan ini, otomatis membuat Jakarta tidak lagi menyandang Daerah Khusus Ibukota (DKI). Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) UU DKJ.
Meski sudah tidak lagi menyandang DKI, Jakarta tetap memiliki nilai lebih karena menjadi pusat perekonomian nasional dan kota global. Adapun yang dimaksud dengan pusat perekonomian nasional adalah pusat aktivitas ekonomi dan bisnis nasional berskala global yang menjadi penopang pembangunan perekonomian nasional secara berkelanjutan.
Sedangkan pengertian kota global adalah kota yang menyelenggarakan kegiatan internasional di bidang perdagangan, investasi, bisnis, pariwisata, kebudayaan, pendidikan, kesehatan dan menjadi lokasi kantor pusat perusahaan dan lembaga baik nasional, regional, maupun internasional, serta menjadi pusat produksi produk strategis internasional, sehingga menciptakan nilai ekonomi yang besar, baik bagi kota yang bersangkutan maupun bagi daerah sekitar.
Dalam bagian umum draf RUU DKJ sebagai UU yang terdiri dari 12 bab dan 73 pasal itu disebutkan bahwa Jakarta tidak lagi menyandang gelar sebagai daerah khusus ibu kota atau DKI setelah lahirnya UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara. UU tersebut telah diubah dengan UU No. 21/2023.
Ketentuan umum tersebut menyebutkan UU IKN telah memindahkan Ibu Kota Negara Republik Indonesia dari Provinsi DKI Jakarta ke IKN yang terletak di sebagian wilayah Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara di Provinsi Kalimantan Timur.
Sebelumnya, pemerintah memastikan Jakarta tetap berstatus ibu kota hingga Keputusan Presiden atau Keppres pemindahan Ibu Kota Negara ke Nusantara atau IKN yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo terbit. Hal tersebut disampaikan oleh Staf Khusus Presiden Jokowi Bidang Hukum, Dini Purwono. Adapun perpindahan ibu kota itu didasarkan pada Pasal 39 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN.
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Pendidikan Indonesia, Prof. Dr. H. Cecep Darmawan, M.Si. mengatakan, bahwa adanya DKJ tersebut berkaitan dengan pemindahan ibu kota ke Kalimantan. Karenanya ibu kota negara sudah ada pembahasannya menjadi Undang-undang, maka DKI harus berubah.
Menurutnya, dengan ada penetapan peraturan perundang-undangan yang dinilai urgent, maka harus ada pola transisi yang dilakukan. Hal tersebut juga berkaitan pada peralihan bertahap dengan rentang waktu kurang lebih 2 tahun ataupun lebih sesaui pasal yang mengatur. Prof. Cecep mengungkapkan, dengan adanya pemindahan ibu kota negara tersebut, diperlukan kesiapan yang matang. Tidak hanya kesiapan fisik tapi pemindahan ini juga menyangkut pada kesiapan psikis.
Jika berbicara algomerasi, pembangunan nasional tidak boleh ekosektoral, menurutnya, harus ada pola atau perencanaan yang saling berkesinambungan mulai dari pembangunan secara nasional hingga ke tingkat daerah.
Koordinasi antar wilayah atau daerah perlu dihadirkan dan jika dimungkinkan maka harus ada bidang terkait yang memfasilitasi untuk skema kerjasama. Disisi lain, setiap daerah yang masuk dalam wilayah algomerasi memiliki entitasnya masing-masing, sehingga dapat saling mendukung untuk kemajuan wilayah tersebut.
Tentunnya menurut prof. Cecep, tidak boleh menghilnagkan daerah otonom, adapun rencana pembangunan harus melibatkan berbagai daerah terkait untuk berkoordinasi untuk dapat memutuskan perencanan yang matang tersebut. Hal tersebut juga harus dilengkapi dengan MOU atau kerjasama yang lebih konkret, sehingga diharapkan pembangunan dapat merata, perencanaan dan pembiayaan, serta keterpaduan kewilayahan dapat berjalan optimal.
Dengan adanya kebijakan algomerasi tersebut juga memiliki dampak positif untuk dapat mengerem kawasan hijau atau area resapan agar tidak dibangun vila atau bangunan lain yang berpotensi justru merusak lingkungan. Tentunya kebijakan yang digulirkan harus didasarkan pada hasil kajian atau penelitian yang mendalam, dengan tujuan untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dan juga untuk kesejahteraan masyrakat.