MQFMNETWORK.COM, Bandung – Pembatasan barang bawaan penumpang dari luar negeri menjadi polemik di masyarakat karena jumlahnya yang dianggap tidak masuk akal. Warganet memberikan kritik kepada Direktorat Bea Cukai Kemenkeu, selaku pihak yang memeriksa barang bawaan penumpang, karena memandang jenis barang yang pemerintah tentukan terlalu berlebihan, mulai dari sepatu, hingga jumlah pakaian.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mempunyai tugas dan fungsi dalam mengawasi masuknya barang impor melalui terminal kedatangan internasional untuk barang bawaan penumpang, dan melalui impor umum di terminal kargo. Terlebih, dalam hal ini berkaitan dengan lalu lintas barang yang keluar dan masuk ke dalam negeri atau ekspor impor.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto menjelaskan dalam pelaksanaannya, Bea Cukai menjalankan amanat pengawasan dari Permendag melalui aturan turunan di Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Ketentuan atau aturan soal pembatasan barang penumpang dari luar negeri bukanlah hal baru. Nirwala menekankan pemerintah sudah sejak lama mengatur barang bawaan penumpang. Sebelumnya, dia menuturkan, terdapat Permendag No. 20/2022 yang kemudian diubah dengan Permendag No. 25/2022 dan Peraturan BPOM No. 27/2022. Menurutnya, tahun lalu, dengan meningkatnya tekanan dari para pedagang dan pengusaha tekstil dan produk tekstil (TPT) akibat banjirnya impor, salah satunya di Tanah Abang, alhasil keluarlah Permendag No. 36/2023.
Ketua Program Magister Ilmu Ekonomi FEB UIII & Chief Editor Muslim Business and Economic Review, M. Luthfi Hamidi, Ph.D. mengungkapkan polemik yang terjadi ditengah masyarakat harus didudukan pada dua kondisi. Pemerintah sebagai regulator atau pembuat aturan dan masyarakat sebagai pelaksana aturan. Sehingga dari sisi kebijakan, hal tersebut sebagai penerimaan negara dan disatu sisi sebagai bentuk pengawasan negara terhadap barang yang masuk ke dalam negeri.
Perlu diketahui, menurutnya penerimaan bea cukai di tahun lalu mengalami penurunan. Untuk dapat meningkatkan peningkatan penerimaan di tahun ini, maka dihadirkannya pengawasan yang ketat dan hal tersbeut menjadi wajar. Namun, seiring Upaya tersebut digulirkan, justru menimbulkan polemik ditengah masyarakat.
Disamping itu, Pemerintah juga mempunyai fungsi penerimaan pajak, Kementerian Perdagangan dan Bea Cukai seharusnya memperhatikan kasus-kasus besar yang berpotensi menimbulkan kerugian negara. Menurut M. Luthfi pemerintah tidak harus menindak hal-hal yang kecil yang berpotensi menimbulkan polemik di masyarakat. Seharusnya aturan yang dibuat dapat lebih disederhanakan agar lebih mudah dipahami oleh masyarakat umum.
Pengawasan yang dilakukan pemerintah sudah cukup baik, ketika ada aturan tidak harus direvisi, namun perlu didudukan pada proporsi yang baik. Terdapat dua pihak, baik pembuat atuaran dan pelaksana aturan yang tentunya aturan dibuat untuk menghindari kontradiksi, menjaga harmonisasi, hingga harus dilihat dari kaus perkasus. M. Luthfi menuturkan, sosialisasi menjadi hal yang penting dan kebijakan tersebut harus dipersiapkan dengan adanya masa transisi, sehingga masyarakat dapat teredukasi dengan baik.