MQFMNETWORK.COM, Bandung – Pada akhir Maret lalu, dunia diramaikan dengan kasus penembakan massal yang terjadi di Moskow – Rusia. Insiden tersebut diketahui terjadi di sebuah acara musik di gedung konser Crocus City Hall di Krasnogorsk, pinggiran barat Moskow, pada Jumat 23 maret lalu.
Lebih dari 6.000 orang Rusia awalnya mendatangi ke kompleks ritel dan konser di balai Kota Crocus untuk menonton konser, hingga kemudian orang-orang bersenjata menyerbu masuk. Dari insiden tersebut, diketahui lebih dari 100 orang tewas dalam 24 jam dan puluhan lainnya terluka.
Menanggapi serangan tersebut, Rusia menuding Ukraina dan sekutunya merupakan dalang dibalik penembakan di Moskow. Kepala Federal Security Service (FSB) Rusia mengatakan, Ukraina, Inggris dan AS berada di balik serangan teroris yang menewaskan 139 orang di Moskow tersebut.
Akan tetapi, beberapa saat setelah tuduhan rusia kepada pihak sekutu, kelompok ISIS mengaku sebagai dalang penembakan masal di Moskow, Rusia. ISIS mengklaim, para pelaku penyerangan kini telah mundur ke markas mereka. Sementara itu pihak berwenang mengatakan penyelidikan “teroris” telah dimulai.
Tidak lama sejak kabar dari moskow beredar, kasus penembakan massal terjadi pula di Finlandia, sebuah negara yang dikenal dengan indeks kebahagiaan tertinggi. Pada Selasa kemarin, insiden penembakan terjadi di luar gedung sekolah Viertola di wilayah pinggir Siltamaki, Distrik Vantaa, Finlandia. Insiden tersebut menimbulkan satu korban meninggal dunia dan dua korban luka dari kalangan siswa.
Pakar dan Guru Besar Hukum Internasional di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof. Hikmahanto Juwana, S.H., LL.M., Ph.D. mengungkapkan fenomena tersebut mengindikasikan terdapat kekerasan yang terjadi antar negeri baik di Ukraina maupun di Gaza Palestina. Menurutnya, dengan adanya kejadian tersebut memunculkan kekhawatiran akan timbulnya perang dunia ketiga.
Disamping itu juga, Prof. Hikmahanto berpandangan bahwa insiden yang terjadi akhir-akhir ini terkait penembakan di Moskow Rusia ada pihak yang memancing kerusuhan. Hal tersebut dapat mengganggu stabilitas negara bahkan global, ujarnya dalam Bincang Sudut Pandang Radio MQFM Bandung, Rabu pagi (03/04/2024).
Jika melihat kembali di Amerika kejadian penembakan sudah ada sejak lama. Karenanya, di Amerika terdapat dua partai politik yang berbeda pandangan berkaitan dengan pembatasan senjata. Sehingga menimbulkan pertentangan antar kelompok, bahkan tidak jarang terdapat sekelompok orang yang melakukan tindak kekerasan terhadap orang yang tidak dikenal. Dalam hal ini tindakan tersebut dapat masuk dalam kategori terorisme.
Adapun penembakan yang terjadi Moskow Rusia bukan tipe atau model yang sama terjadi di Amerika, namun hal tersebut menurut Prof. Hikmahanto, benar-benar disiapkan atau telah terencana untuk melakukan aksi tembakan tersebut. Saat ini pelakunya telah ditanya dan mereka mengaku dibayar dan ada yang menyuruh. Otoritas terkait di Rusia pun sedang melakukan pendalaman terkait insiden tersebut.
Sementara itu, kekhawatiran juga muncul dengan adanya kejadian tersebut dapat memicu eskalasi perang dua negara atau bahkan lebih. Tentunya Indonesia juga harus mulai mewaspadai tindakan-tindakan tersebut. Hal tersebut menurut Prof. Hikmahanto, tidak boleh ditolerir apapun motifnya karena akan berdampak kepada kerugian banyak orang.
Indonesia sendiri dapat berkontribusi dengan menghadirkan profiling termasuk dalam upaya pencegahan, agar tidak mengkhawatirkan masyarakat. Hal tersebut juga diharapkan dapat dilakukan dengan tindakan-tindakan tegas seperti upaya pencegahan, penindakan dan deradikalisasi. Adapun optimalisasi yang sudah dilakukan, Indonesia dapat melakukan pertemuan antar pakar atau praktisi terkait permasalahan yang muncul dan berupaya mendamaikan konflik antar negara.