MQFMNETWORK.COM, Bandung – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy mengatakan pemerintah mengkaji penghentian sementara beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Pemerintah, menurutnya, menganggarkan 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pendidikan, dimana sekitar Rp. 20 triliun untuk LPDP.

Muhadjir mengungkapkan, anggaran pendidikan 20 persen nanti sepenuhnya dapat digunakan untuk membenahi pendidikan, termasuk riset dan alokasi pengembangan pendidikan perguruan tinggi dapat juga ditingkatkan. Kendati demikian, Muhadjir mengatakan beasiswa LPDP tetap akan jalan karena LPDP sebenarnya memiliki dana abadi Rp.136 triliun. Menurutnya, dana tersbeut diputar dan selalu menghasilkan imbal hasil dan diperkirakan cukup untuk membiayai beasiswa LPDP.

Pengamat Pendidikan dan Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Jejen Musfah, MA menegaskan bahwa beasiswa LPDP tidak dihapus, namun akan dilakukan penghentian sementara dengan dana abadi investasinya sekitar Rp 20 Triliun, disampakannya dalam Bincang Sudut Pandang Radio MQFM Bandung, Rabu pagi (24/1).

Dr. Jejen mengatakan efektifitas beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) secara kuantitatif jika di tahun 2024 akan terdapat ketersedian kuota kurang lebih 10 ribu orang. Menurutnya, dari kuota yang tersedia biasanya kuota tersebut tidak terpenuhi, artinya banyak siswa/mahasiswa yang belum memenuhi standar kualifikasi. Maka dari itu, Dr. Jejen mengungkapkan bahwa aspek kualitas sumber daya manusia yang perlu ditingkatkan.

Disamping itu, menurutnya perlu kembali dicermati terkait dengan data lulusan penerima beasiswa tersebut. Karenanya tidak sedikit lulusan di Luar Negeri tidak kembali ke Indonesia untuk mengabdikan diri di Tanah Air. Aspek lainnya menurut Dr. Jejen, perlu meninjau kembali apakah Indonesia telah menyediakan lapangan pekerjaan sesuai dengan bidang alumni dari penerima beasiswa LPDP tersebut. Hal tersebut juga penting karena ilmu keterampilan dan bidang studi yang dipilih oleh penerima beasiswa tersebut harus terjamin dan tersedia oleh pemerintah.

Menurutnya, selain alokasi dari beasiswa tersebut juga harus dihadirkan formulasi untuk dapat meningkatkan Pendidikan dari sisi riset. Karenanya upaya dari hasil riset tersebut harus dapat berdampak positif dan manfaatnya dapat tersebar secara lebih luas.

Saat ini, Dr. Jejen menyoroti hasil riset tersebut hanya sebatas jurnal atau tulisan saja. Menurutnya, manfaat tertinggi dari sebuah riset adalah dapat diimplementasikan dan berdampak bagi masyarakat lebih luas. Dirinya berharap para peneliti memiliki payung regulasi kerja sama dengan Perusahaan untuk dapat mengembangkan hasil riset tersebut agar mampu menjadi produk manfaat. Kedepannya, manfaat tersebut tidak hanya berdampak di Indonesia saja namun juga bisa ke kancah Internasional.

Sementara itu, Dr. Jejen juga berpendapat bahwa syarat penerima beasiswa tidak hanya syarat kecerdasan akademik saja namun juga perlu ada alokasi kuota bagi keluarga kurang mampu dan secara akademis tidak unggul. Menurutnya, hal tersebut perlu diupayakan agar terjadinya pemerataan secara keadilan bagi siapa saja untuk dapat mengenyam pendidikan hingga kejenjang yang lebih tinggi.

 

(Reporter : Moch. Dava)