MQFMNETWORK.COM, Bandung – Menjelang dilaksanakannya Pilkada serentak pada November mendatang, lagi-lagi aturan diubah secara mendadak. Perubahan aturan kali ini disahkan oleh Mahkamah Agung (MA) dengan durasi singkat hanya tiga hari semenjak diajukan. MA mengabulkan Hak Uji Materi (HUM) yang dimohonkan oleh Ketua Umum Partai Garuda, Ahmad Ridha Sabana terhadap pasal 4 ayat 1 huruf D dalam peraturan KPU nomor 9 tahun 2020 tentang pencalonan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
Awalnya isi dari pasal tersebut berbunyi: “Berusia paling rendah 30 tahun untuk calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 tahun untuk calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak penetapan pasangan calon.“
Adapun setelah putusan MA yang diputuskan 29 Mei 2024 lalu, maka isinya menjadi: “Berusia paling rendah 30 tahun untuk calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 tahun untuk calon Bupati dan Wakil Bupati Atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih.”
Peneliti Senior Pusat Penelitian Politik LIPI dan Peneliti Utama Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof. Dr. R. Siti Zuhro, menuturkan saat ini kembali menjadi sorotan terkait putusan MA yang mengatur batas usia Kepala Daerah. Pilkada akan diawali dengan pendaftaran pasangan calon di bulan Agustus mendatang, namun publik diingatkan kembali seperti persiapan Pilpres beberapa waktu lalu.
Dengan adanya putusan dari MA tersebut, banyak pakar hukum yang menyanggah aturan yang dikeluarkan MA tersebut karena tidak sesuai dengan aturan demokrasi yang semestinya berjalan di Indonesia. Prof Siti mengungkapkan bahwa dasar hukum di negara kita dinilai belum mempuni untuk menjadi landasan kebijakan yang salah satunya hukum pemilu saat ini.
Menurutnya, semua media harus mampu memberikan literasi politik kepada masyarakat dan masyarakat harus cerdas pada pemilihan kepala daerah mendatang. Dengan adanya keputusan tersebut, maka jelas pemilu kita diarahkan untuk terkonsolidasi, membangun nilai-nilai budaya demokrasi, namun tidak berjalan dengan semestinya.
Prof Siti menuturkan peradaban tidak dibangun dari demokrasi yang tidak sehat baik dari atauran maupun kebijakan yang sengaja diubah dengan tidak bertanggungjawab. Dirinya menekankan harus ada literasi politik yang jelas untuk dapat mengawal demokrasi, membangun Indonesia yang lebih baik.
• Live Streaming
Assalamu'alaykum Warohmatullah Wabarokatuh Sahabat MQ, silahkan dapat menyampaikan pertanyaan disini melalui WhatsApp MQFM