Bagi kebanyakan anak muda di Indonesia, barangkali yang paling mereka tahu tentang Korea Selatan adalah budaya popnya. Lebih dari satu dekade terakhir ini budaya pop Korea Selatan membanjiri trend kehidupan anak muda di Indonesia, khususnya di kota besar dengan musik, film, fashion, dan image kecantikan ala Korea Selatan.
Namun banyak yang tidak mengetahui bagaimana penyebaran Muslim di Korea. Pada tahun 2017, Muslim di Korea Selatan cukup pesat yaitu dapat mencapai jumlah 0.3 % dari seluruh total populasi penduduknya yang berjumlah sekitar 48 juta jiwa. Sepintas masih terlihat sangat kecil, akan tetapi kita lihat dari sejak kapan Islam mulai diperkenalkan ke Korea secara terorganisir.
Islam diperkenalkan ke warga Korea baru sejak tahun 1950-an, dengan jumlah sekitar 145-160 ribu orang saat ini, hal tersebut merupakan jumlah yang cukup besar. Dari jumlah tersebut diperkirakan 50 ribu di antaranya adalah penduduk asli Korea. Sedangkan, sisanya merupakan pendatang dari Indonesia, Malaysia, Pakistan, Turki dan Negara-Negara Timur Tengah.
Bagi orang-orang Korea, antara Korea dan Timur Tengah barangkali terlihat seperti tidak memiliki kesamaan sama sekali. Di antara keduanya tidak ditemukan kesamaan ekonomi, budaya, dan cita-cita hidup. Di antara semua perbedaan tersebut, faktor penentunya adalah perbedaan agama. Akar keagamaan orang-orang Korea sebagian besar berasal dari Buddhisme, Konfusianisme, dan yang baru-baru ini berkembang pesat adalah agama Kristen. Sementara, di Timur Tengah, akar keagamaannya berasal dari ajaran Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad.
Meskipun di era modern Islam diperkenalkan ke Korea Selatan pada tahun 1950-an, namun para ilmuwan mengatakan bahwa hubungan lintas budaya di antara kedua belah pihak sebenarnya sudah terjadi dari sejak abad ke-7, yakni pada saat masa Kerajaan Silla di Korea dan Masa Keemasan Islam di Timur Tengah. Pada masa ini lah ajaran Islam membentang mulai dari Filipina di Timur sampai ke Semenanjung Iberia di Barat. “Pertemuan pertama Korea dengan Islam murni (karena urusan) komersial,” kata Lee Hee-soo, pakar budaya Islam terkemuka di Korea, dan profesor di Departemen Antropologi Budaya Universitas Hanyang.
Para pedagang dan saudagar Muslim melakukan perjalanan melalui Jalur Sutera ke ibukota Tang, Changan (hari ini dikenal dengan nama Xian), yang mana Kerajaan Silla memiliki hubungan politik dan bisnis yang erat. Hubungan komersial antara keduanya akhirnya berkembang menjadi hubungan budaya, seni, sains, dan teknologi. Hubungan tersebut dapat dilacak dari puisi dan nyanyian yang berasal dari masa tersebut yang menggambarkan kisah interaksi mereka.
Kedua belah pihak mempertahankan hubungan mereka terutama dalam perdagangan sampai kaum Muslim memperluas kontribusinya ke Korea dengan menjadi penasihat Dinasti Joseon (tahun 1392-1910) dalam urusan sains dan teknologi.
Datangnya orang-orang Islam pada waktu itu cukup membuat orang-orang Korea tertarik dan penasaran. Meskipun kemudian akhirnya pada tahun 1427, di bawah kepemimpinan Sejong Agung, Dinasti Joseon mengeluarkan sebuah dekrit kerajaan yang melarang dilakukannya praktek ritual dan penggunaan pakaian Muslim. Hal itu merupakan salah satu rangkaian dari kebijakan isolasionis Dinasti Joseon yang dimaksudkan untuk membatasi kontak warga Korea dengan orang-orang dari negara asing
Dinasti tersebut kemudian hanya melakukan kontak reguler dengan China dan Jepang, dan mereka mengisolasi diri dari negara-negara lain di dunia. Itulah sebabnya dinasti ini kadang-kadang diberi label sebagai “kerajaan pertapa”. Maka, sejak tahun 1427, kontak Korea dengan dunia Muslim terputus.