Salah satu tokoh yang turut berjuang untuk kemerdekaan Indonesia ialah seorang yang berjuang di garis belakang yang dikenal dengan keahliannya sebagai seorang diplomasi agar Indonesia mendapatkan pengakuan dari dunia internasional. Beliau adalah Sutan Syahrir atau bisa dipanggil dengan bungkecil oleh rekan-rekannya pada zaman itu. Dikarenakan memiliki tubuh yang kecil. Akan tetapi perannya begitu besar dalam kemerdekaan Indonesia.
Sahabat MQ dapat menyimak rekam siar berikut ini.
Biografi Sutan Syahrir
Sutan Syahrir lahir di Padang Panjang Pada tanggal 5 Maret 1909. Syahrir seorang anak Jaksa lokal yang bernama Mohamad Rasad Gelar Maharajo Sutan, dan ibu bernama Puti Siti Rabiah. Ketika menginjak umur 4 tahun, ayahnya diangkat menjadi kepala jaksa sekaligus penasihat di kesultanan Deli.
Syahrir memiliki kesempatan untuk bersekolah di tempat yang bergensi, diantaranya ELS & MULO terbaik di Medan dan AMS paling bergengsi di Bandung. Kesempatan itu tidak lantas membuatnya takabur, akan tetapi Syahrir menjadi lebih bertanggung jawab. ia menjadi bintang kelas karena kecerdasannya, juga rajin membaca buku filsafat serta aktif dalam berbagai macam kegiatan. Kegiatan tersebut seperti teater, bermain musik biola dan sepak bola Bandung.
Awal Mula Syahrir Naik ke Panggung Politik
Gubernur Jendral yang sudah diganti oleh Bonifacius Cornelis de Jonge kewalahan menghadapi pergerakan para aktivis kemerdekaan yang semakin terkoordinir dan memiliki massa yang banyak. Hingga akhirnya Jonge memata-matai dan menangkapi orang yang terbukti terlibat dalam pergerakan pemberontakan. Lagi-lagi tokoh yang pertama ditangkap adalah Sukarno dan di kucilkan di Flores pada tahun 1934.
Selanjutnya Hatta juga ditahan di Batavia dan diikuti oleh Syahrir yang dimasukkan ke penjara Cipinang, Meester Cornelis. Pada bulan Desember di tahuun yang sama Syahrir, Hatta, dan aktivis lainnya di pindahkan ke temapat yang lebih terpelosok yaitu ke Pulau Papua.
Setelah sampai di papua, Syahrir berpikir untuk membuat rumah sendiri dengan menebang kayu dari hutan lebat Papua. Disana termasuk tanah pengasingan yang benar-benar tidak ada apa-apa. Dan masih banyak nyamuk malaria serta buaya di sepanjang rawa dan sungai. Syahrir lebih banyak menulis surat untuk istrinya Maria Duchateau yang tinggal di Belanda saat diperasingan.
Pada tanggal 2 januari 1936 mereka dipindahkan ke Banda Neira, Maluku. Di tempat tersebut Syahrir menemukan kedamaian dengan tinggal di daerah terpencil dan dikelilingi penduduk lokal yang bersahabat. Di tempat tersebut ia lebih banyak menghabiskan waktu bersama anak-anak untuk bermain dan mengajar .
Akhirnya pada tahun 1942 Syahrir bersama aktivis lain termasuk Sukarno dibebaskan oleh tentara-tentara Jepang begitu saja. Karena Belanda sudah menyerah kepada Jepang. Setelah tiba di Jakarta, Sukarno memutuskan untuk bertemu Syahrir dan Hatta di rumah Hatta yang saat itu menjadi pentemuan pertama bagi ketiga tokoh aktivis yang sangat berpengaruh dalam kemerdekaan Indonesia ini.
Dari pertemuan itu, Sukarno dan Hatta membentuk perjuangan yang berkooperasi dengan Jepang agar tidak ada pertumpahan darah sedangkan Syahrir lebih memilih meneruskan perjuangan secara underground.
Syahrir dan Kawan-kawannya di Asingkan oleh Gubernur Jenderal Belanda
Gubernur Jendral yang sudah diganti oleh Bonifacius Cornelis de Jonge kewalahan menghadapi pergerakan para aktivis kemerdekaan yang semakin terkoordinir dan memiliki massa yang banyak. Hingga akhirnya Jonge memata-matai dan menangkapi orang yang terbukti terlibat dalam pergerakan pemberontakan. Lagi-lagi tokoh yang pertama ditangkap adalah Sukarno dan di kucilkan di Flores pada tahun 1934.
Selanjutnya Hatta juga ditahan di Batavia dan diikuti oleh Syahrir yang dimasukkan ke penjara Cipinang, Meester Cornelis. Pada bulan Desember di tahuun yang sama Syahrir, Hatta, dan aktivis lainnya di pindahkan ke temapat yang lebih terpelosok yaitu ke Pulau Papua.
Setelah sampai di papua, Syahrir berpikir untuk membuat rumah sendiri dengan menebang kayu dari hutan lebat Papua. Disana termasuk tanah pengasingan yang benar-benar tidak ada apa-apa. Dan masih banyak nyamuk malaria serta buaya di sepanjang rawa dan sungai. Syahrir lebih banyak menulis surat untuk istrinya Maria Duchateau yang tinggal di Belanda saat diperasingan.
Pada tanggal 2 januari 1936 mereka dipindahkan ke Banda Neira, Maluku. Di tempat tersebut Syahrir menemukan kedamaian dengan tinggal di daerah terpencil dan dikelilingi penduduk lokal yang bersahabat. Di tempat tersebut ia lebih banyak menghabiskan waktu bersama anak-anak untuk bermain dan mengajar .
Akhirnya pada tahun 1942 Syahrir bersama aktivis lain termasuk Sukarno dibebaskan oleh tentara-tentara Jepang begitu saja. Karena Belanda sudah menyerah kepada Jepang. Setelah tiba di Jakarta, Sukarno memutuskan untuk bertemu Syahrir dan Hatta di rumah Hatta yang saat itu menjadi pentemuan pertama bagi ketiga tokoh aktivis yang sangat berpengaruh dalam kemerdekaan Indonesia ini.
Dari pertemuan itu, Sukarno dan Hatta membentuk perjuangan yang berkooperasi dengan Jepang agar tidak ada pertumpahan darah sedangkan Syahrir lebih memilih meneruskan perjuangan secara underground.
Menjelang Kemerdekaan RI
Menjelang kemerdekaan tahun1945, jepang mengalami kekalahan di peperangan Pasifik melawan sekutu. Bagi Syahrir ini adalah peluang besar untuk menyatakan kemerdekaan. Kemudian ia mendesak Sukarno untuk segera menyatakan kemerdekaan. Akan tetapi Sukarno yang sudah terlanjur memilih konsultasi bersama Jepang menjadi kekecewaan bagi Syahrir.
Pada tanggal 7 dan 9 agustus 1945 saat Hiroshima dan Nagasaki hancur oleh bom atom. Syahrir semakin bersemangat untuk mendesak Sukarno dalam mendeklarasikan proklamasi. Tetapi Sukarno masih tetap pada pendiriannya, dan membuat Syahrir beserta rombongannya jengkel. Ketegangan tersebut memuncak ketika kelompok pemuda dari Menteng Wikana dan kawan-kawan menculik Sukarno dan Hatta ke Rengasdengklok. Syahrir kaget dengan kejadian itu, dan akhirnya Ahmad Subardjo menjemput Sukarno dan Hatta untuk menyusun teks proklamasi di rumah Tadashi Maeda, Menteng.
Akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945 Inonesia menyatakan kemerdekaannya. Syahrir, sebagai tokoh yang membangun gerakan underground memutuskan untuk tidak hadir dalam momentum paling bersejarah itu. Perjuangan Syahrir tidak berhenti sampai disitu, ia berpikir bahwa Indonesia membutuhkan pengakuan atas kemerdekaannya.
Dengan pemikiran yang cerdik, ia melakukan pendekatn dan menjalin kerjsama baik dengan negara lain. Tanpa pemikiran cerdasnya Indonesia mungkin tidak akan pernah maju dan tidak mendapatkan dukungan dari dunia internasional.