Setelah 88 tahun dikuasai serdadu Perang Salib, Kota Yerusalem Palestina akhirnya kembali jatuh ke pangkuan umat Islam. Tepat pada 2 Oktober 1187 atau setelah tiga bulan berjibaku dalam pertempuran Hattin, pasukan tentara islam yang dipimpin Salahudin Al-Ayyubi berhasil menaklukan dan membebaskan kota suci itu dari kedzaliman dan kebiadaban.

Salahudin menepati janjinya. Jenderal dan panglima perang tentara Islam itu menaklukkan Yerusalem sesuai ajaran Islam yang murni dan paling tinggi. Tak ada balas dendam dan pembantaian, penaklukan berlangsung lancar seperti yang diajarkan Al-Quran.

Padahal ketika 40.000 tentara Perang Salib menyerbu tanah suci Palestina, mereka datang dengan dirasuki fanatisme agama yang membabi buta. Setiap cara dan jalan ditempuh. Tak peduli biadab atau tidak, semua ditebas remuk redam. Yerusalem bahkan pernah banjir darah dan bangkai manusia. Serangan dahsyat itu akhirnya membuat Syria dan Palestina termasuk kota suci Yerusalem jatuh ke tangan tentara salib.

Kaum muslimin yang sama sekali tak bersalah menjadi korban pembantaian. Kekejaman tentara salib itu digambarkan melebihi Jengis Khan dan Hulagu Khan ketika melibas Kekhalifahan Abassiyah dan meruntuhkan Baghdad.

Semua itu sungguh jauh berbeda ketika Salahudin datang menaklukan Yerusalem. Karen Amstrong dalam bukunya Perang Suci menggambarkan, saat Salahudin dan pasukan Islam membebaskan Palestina, tak ada satu orang kristen pun yang dibunuh. Tak ada pula perampasan harta benda. Jumlah tebusan pun disengaja sangat rendah.

Salahuddin malah menangis tersedu-sedu karena keadaan mengenaskan akibat keluarga-keluarga yang hancur terpecah-belah dan ia pun membebaskan banyak dari mereka, sesuai imbauan Al-Qur’an.

Keadilan dan kenegarawanan Salahudin pun membuat umat non-Islam yang tinggal di Yerusalem saat itu berdecak kagum. Seorang lelaki tua menghampiri dan bertanya kepada Salahudin, ”Kenapa tuan tidak bertindak balas terhadap musuh-musuhmu?”

Salahudin menjawab, ”Islam bukanlah agama pendendam bahkan sangat mencegah dari melakukan perkara di luar perikemanusiaan. Islam menyuruh umatnya menepati janji, memaafkan kesalahan orang lain yang meminta maaf, dan melupakan kekejaman musuh ketika berkuasa walaupun ketika musuh berkuasa. Umat Islam ditindas.”

Mendengar jawaban itu, bergetarlah hati orang tua itu. Ia pun kemudian berkata, ”Sungguh indah agama tuan! Maka diakhir hayatku ini, bagaimana untuk aku memeluk agamamu?”

Salahudin pun berkata, ”ucapkanlah dua kalimah syahadah.”

***

Kemuliaan akhlak Aalahudin juga tergambar ketika dia mengangkat salib yang jatuh tergeletak di tanah dan menempatkan kembali pada tempatnya. Hingga kini, kemuliaan hati dan keberanian Salahudin masih tetap dikenang umat islam dan orang-orang barat.