Sahabat MQ, tidak sedikit orang yang dengan ringan membicarakan kekurangan-kekurangan pasangannya kepada orang lain. Sehingga tidak ia sadari, perbuatan semacam itu berlanjut menjadi kebiasaan.

Atau tanpa kita sadari,  kita pun tenggelam di dalamnya, mengikuti ceritanya hingga tak sadar menghabiskan waktu. Hadirnya media sosial pun seringkali menambah panasnya gosip di kalangan masyarakat.

Hal ini tidak saja terjadi di zaman modern seperti sekarang ini. Kondisi membicarakan kekurangan pasangan ke orang lain sudah ada sejak lama, termasuk di zaman Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia bercerita, “pada suatu hari sedang berkumpul sebelas orang wanita. Mereka sedang duduk-duduk santai, mereka saling sepakat dan berjanji untuk mengungkap keadaan suami mereka. Dari kesepuluh wanita itu, disebutkan bahwa hanya sedikit sekali di antara para istri yang enggan membicarakan keburukan suaminya.

Wanita kesebelas, Ummu Zara namanya. Ia banyak menceritakan kebaikan-kebaikan suaminya, walau sudah diceraikan. Ketika Ummu Zara menikah lagi dengan orang lain, ia pun tetap menceritakan kebaikan suaminya.

Hadits ini memberikan panduan bahwa idealnya dalam sebuah rumah tangga mengutamakan prinsip saling menjaga dan mengharumkan pasangan. Tidak perlu terjadi hal-hal yang tidak perlu, seperti membesar-besarkan kesalahan pasangan, karena sudah pasti tidak mungkin ada pasangan yang tidak memiliki kekurangan atau bahkan kesalahan.

Seandainya harus bercerita kepada orang lain, maka ceritakanlah kebaikan-kebaikannya, agar yang mendengar terinspirasi dan tergugah, sehingga ketika pulang ia bisa memperbaiki diri bagaimana berinteraksi dengan pasangannya.

Bagaimana seharusnya memperlakukan pasangan?

Rasulullah shallallahu alaihi wasalam telah banyak berwasiat sekaligus memberikan contoh. Dalam khutbah di haji wada’, beliau berpesan: “Bertakwalah kalian kepada Allah dalam memperlakukan istri-istri (kalian), sungguh kalian mendapatkan  mereka sebagai amanah allah, dan mereka menjadi halal bagi kalian dengan kalimat Allah.” (HR. Muslim)

Sebaliknya, Rasulullah shallallahu alaihi wasalam juga memberikan nasihat kepada para istri. Tatkala ada seorang istri yang hendak menghadiri kematian bapaknya, sementara suaminya sedang safar (bepergian) dan melarangnya keluar rumah, beliau berpesan: “bertakwalah kalian kepada Allah swt dan janganlah kalian menyelisihi suamimu”.

Allah juga berfirman :

“Mereka (para istri) adalah pakaian bagimu dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka,” (Qs. Al-baqorah: 187)

Barangsiapa yang mencari kesempurnaan di dunia sudah pasti ia tidak akan pernah menemukannya. Demikian pula halnya dengan manusia, siapa pun di dunia ini, lelaki atau perempuan, pasti punya kekurangan sekaligus kelebihan. Tidak satu pun pernah ada pasangan sempurna pernah ada di muka bumi ini, kecuali mereka berumah tangga atas landasan iman, dengan bahtera ketakwaan menuju jalan kebahagiaan yang diridhoi Allah.

Kebahagiaan sebuah rumah tangga, tidak ditentukan dari seberapa besar kelebihan yang dimiliki dan seberapa kecil kekurangan yang dimiliki oleh masing-masing pasangan. Hal ini tidak diukur dari kondisi fisik pasangan, tetapi seberapa berkualitas iman yang bersarang di dada dan seberapa berkualitas ketakwaan serta akhlak suami istri dalam kehidupan sehari-hari.