Sahabat MQ, dalam kehidupan bermasyarakat yang kompleks dan beragam, diperlukan seseorang yang dapat memimpin agar terciptanya masyarakat yang aman, sejahtera dan sentosa. Setiap orang pasti mengkehendaki seorang pemimpin yang adil, amanah, dan jujur. Sebagai seorang yang beriman, kita pasti menginginkan adanya pemimpin yang bertakwa, saleh, jujur, amanah, dan adil. Sehingga, terwujud masyarakat atau negara yang sejahtera dan menegakkan syariat islam.

Akan tetapi, apabila pemimpin yang dipilih tersebut tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, bahkan terbukti berbuat zalim terhadap amanah yang dipikulnya, maka timbullah gerakan bawah tanah yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu yang menginginkan kudeta atau kekacauan di tengah-tengah masyarakat, sehingga terjadilah kekacauan, kerusuhan, pengerusakan fasilitas-fasilitas umum, hingga adanya usaha untuk menggulingkan pemerintahan yang sah.

Sebenarnya, bagaimana sikap yang tepat bagi seorang muslim terhadap pemimpin yang zalim?

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari – Muslim, Rasulullah shallallahu alaihi wasalam dalam hadisnya mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa taat kepada Allah, rasul-Nya, dan juga kepada pemimpin.

Hadits ini menjelaskan bahwa islam telah membebankan kewajiban kepada umatnya untuk taat kepada pemimpin. Namun, kita seringkali dilema ketika kita memiliki pemimpin yang zalim terhadap kepemimpinananya.

Ya. Setiap manusia pasti tidak akan pernah membayangkan atau menginginkan dan mendambakan pemimpin yang keji, kejam, jahat, culas, khianat dan zalim. Kehadiran pemimpin seperti ini hanya melahirkan kekeruhan sosial, ekonomi, politik, budaya dan peradaban. Mereka hanya menghadirkan kerusakan yang senantiasa bergulir semakin besar dari hari ke hari.

Fir’aun adalah gambaran sosok pemimpin yang Allah murkai. Dalam dirinya terakumulasi semua sifat dan sikap yang merusak, sikap sewenang-wenang dan melampaui batas, kesombongan, dan keangkuhan, menjadi cirinya saat berjalan.

Suatu hari, Hudzaifah bin Yaman radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasalam, “Wahai Rasulullah, dahulu kita berada dalam keburukan kemudian Allah datang memberikan kebaikan dan kita berada di atasnya. Apakah setelah kebaikan ini akan ada keburukan lagi?

Rasulullah menjawab, “ya.”

Kemudian Hudzaifah berkata, “apakah setelah keburukan akan ada kebaikan?”

Rasulullah menjawab, “ya.”

Kemudian Hudzaifah bertanya: “apakah setelah kebaikan akan ada keburukan?”

Rasulullah menjawab, “ya.”

Kemudian Hudzaifah bertanya kembali, “bagaimana hal tersebut dapat terjadi?”

Rasulullah bersabda, “akan datang setelahku/ pemimpin-pemimpin yang yang tidak mengambil petunjukku, mengambil sunnah bukan dari sunnahku, dan akan ada orang-orang yang hati mereka seperti hati setan dalam tubuh manusia.”

Lalu aku bertanya kembali, “wahai rasulullah, apa yang aku perbuat jika keadaaan tersebut menjumpaiku?”

Rasulullah menjawab, “dengar dan taatilah pemimpin, walaupun punggungmu dipukul dan hartamu diambil, dengarkan dan taati!”

Sahabat MQ, perintah  menaati pemimpin dalam hadis tersebut merupakan sebuah penegasan sikap. Namun islam juga  mengatur kepada umatnya untuk senantiasa saling menasehati dalam kebaikan.

Begitu pula sikap kita kepada pemimpin yang zalim, kita hendaknya tidak bosan memberikan nasihat dengan cara yang baik. Dan tak lupa kita harus senantiasa mendoakan pemimpin kita agar negeri kita dipimpin oleh orang yang adi, sehingga berkahlah tempat kita tinggal saat ini.

Semoga negeri kita dianugerahi pemimpin yang jujur, adil, dan amanah.

 

(Konten ini disiarkan dalam segmen Mozaik Islam, setiap Sabtu – Ahad pukul 17.00 WIB)