Di suatu malam dalam perjalanan pulang dari negeri Syam menuju Madinah, Khalifah Umar bin Khattab bertemu dengan seorang wanita pengemis tua. Wanita tersebut tengah beristirahat di gubuknya yang sudah reyot.

Umar menyamar, lalu mengunjungi rumah wanita tersebut. Ia ingin melihat sendiri penderitaan yang dialami oleh rakyatnya dan ingin mengetahui tanggapan rakyatnya terhadap kepemimpinannya.

Umar mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Setelah pintu dibuka oleh wanita tua tersebut, Umar bertanya, “Adakah nenek mendengar berita tentang Umar?”

Dengan suara yang parau wanita itu menjawab, “Kabarnya Umar baru saja pulang dari syria dengan selamat.”

Umar tersenyum, “Baiklah, nek.. Bagaimana tanggapan nenek tentang khalifah kita itu?”

Wanita pengemis tua itu menjawab dengan wajahnya yang masam, “Aku berharap Allah tidak membalasnya dengan kebaikan.”

Mendengar jawaban tersebut, Umar kaget. Ia penasaran dan kembali bertanya, “Memang mengapa nek?”

“Ia sangat jauh dari rakyatnya. Semenjak menjadi khalifah dia belum pernah menjenguk pondok aku ini, apalagi memberi uang,” jawab wanita tua itu.

Umar pun mengeluh, “Bagaimana mungin dia dapat mengetahui keadaan nenek sedangkan tempat ini jauh terpencil?”

Wanita tua itu berkata, “Subhanallah! Tidak mungkin seorang khalifah tidak mengetahui akan keadaan rakyatnya, walau dimana pun mereka berada.”

Mendengar jawaban itu, Umar tersentak. Di dalam hatinya ia berkata, “Celakalah aku, karena semua orang dan nenek ini pun mengetahui perihal diriku.”

Tanpa sadar Umar meneteskan air mata, tapi Umar masih tetap ingin bertanya, “Wahai nenek, berapakah kamu hendak menjual kezaliman Umar terhadap nenek? Saya kasihan kalau Khalifah Umar nanti akan masuk neraka, tapi itu pun kalau nenek mau menjualnya.”

Wanita tua itu marah dan berkata, “Jangan bergurau dengan aku yang sudah tua ini!”

Lalu umar mengatakan bahwa ia serius dan menyerahkan 25 dinar sebagai harga kezhaliman Khalifah Umar. Uang tersebut pun diterima oleh wanita tua itu.

Sesaat kemudian, Ali bin Abi Thalib bersama Abdullah bin Mas’ud melewati gubuk tersebut. Melihat Khalifah Umar ada di sana, keduanya menyapa Umar, “Assalamualaikum wahai Amirul Mukminin!”

Wanita tersebut pun terkejut, “amirul mukminin?”

***

Wanita tua itu menangis dan tersedu, “Masya Allah, celakalah aku dan ampunilah aku atas kelancanganku tadi ya Amirul Mukminin. Aku telah memaki Umar bin Khattab di depan tuan.”

Umar tersenyum, “Tidak apa-apa, Nek.. Semoga Allah merahmatimu.”

Umar kemudian menyobek sebagian bajunya dan menuliskan sesuatu,

Bismillahirrahmannirahim,

Dengan ini Umar bin Khattab telah menebus dosanya atas kezalimannya terhadap seorang nenek yang merasa dirinya dizalimi oleh Umar bin Khattab semenjak menjadi khalifah, sehingga ditebusnya dosa itu dengan 25 dinar/ Dengan ini jika perempuan itu mendakwa Umar bin Khattab di hari mahsyar, maka Umar bin Khattab sudah bebas dan tidak bersangkut paut lagi.

Pernyataan tersebut ditandatangani oleh Ali bin Abi Thalib dan disaksikan oleh Abdullah bin Mas’ud. Baju tersebut diserahkan kepada Abdullah bin Mas’ud dan Umar meminta agar kain tersebut disimpan dan jika Umar meninggal, ia memohon agar kain tersebut dimasukkan ke dalam kain kafannya untuk dibawa menghadap Allah swt subhanahu wa ta’ala.