fikih muamalah

Muamalah dalam Islam bukan hanya sebatas urusan bisnis atau perekonomian semata. Muamalah memiliki arti yang jauh lebih luas, mencakup seluruh bentuk interaksi manusia dalam kehidupan sosial, ekonomi, maupun kemasyarakatan. Dalam melaksanakan muamalah, seorang muslim tidak bisa melepaskan diri dari landasan akidah. Sebab akidah adalah fondasi utama yang mengarahkan setiap amal agar sesuai dengan tuntunan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Akidah sebagai Keyakinan yang Teguh

Akidah merupakan keyakinan yang tertanam kuat di dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan dibuktikan dengan perbuatan. Keyakinan ini harus kokoh, tidak goyah oleh pengaruh luar, serta benar-benar bersandar pada kepastian yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Akidah yang benar membuat seorang muslim yakin bahwa seluruh ibadah dan amal saleh akan diterima oleh Allah dan bernilai pahala, sehingga tidak ada keraguan dalam menjalani hidup.

Rukun Iman sebagai Pilar Akidah

Akidah seorang muslim berlandaskan enam rukun iman, yaitu keyakinan kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab Allah, para rasul, hari akhir, serta takdir baik dan buruk. Meyakini keenam rukun iman ini menjadi pedoman dalam memandang kehidupan. Dunia bukanlah tempat yang kekal, melainkan suatu saat akan berakhir. Keyakinan kepada takdir juga mengajarkan bahwa tidak ada keburukan sejati, karena setiap ketentuan Allah mengandung hikmah yang bermanfaat bagi manusia.

Akidah dan Muamalah yang Tidak Terpisahkan

Akidah dan muamalah merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Akidah menjadi moral dan ruh yang menuntun setiap praktik muamalah. Dalam aktivitas ekonomi, bisnis, atau interaksi sosial, seorang muslim harus menjunjung tinggi nilai-nilai akidah sehingga setiap aktivitas tersebut bernilai ibadah. Dengan demikian, muamalah tidak hanya berorientasi pada keuntungan duniawi, melainkan juga pada kebahagiaan ukhrawi.

Tauhid sebagai Inti Akidah

Inti dari akidah Islam adalah tauhid, yakni keyakinan bahwa Allah selalu mengawasi setiap perbuatan hamba-Nya. Keyakinan ini akan mendorong seseorang untuk selalu berlaku jujur, adil, dan menjaga etika dalam bermuamalah. Perasaan diawasi oleh Allah membuat seorang muslim terhindar dari perbuatan curang dan hal-hal yang dimurkai-Nya. Kesadaran ini juga memperkuat iman bahwa setiap amal akan dicatat oleh malaikat, sehingga tidak ada celah bagi seorang mukmin untuk berbuat zalim.

Tujuan Penciptaan Manusia

Akidah mengajarkan bahwa tujuan utama penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ ۝٥٦

“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)

Dengan landasan ini, setiap aktivitas muamalah harus diarahkan sebagai bagian dari ibadah. Transaksi bisnis, kerja sama sosial, maupun aktivitas ekonomi bukan hanya untuk mengejar keuntungan, tetapi juga sebagai jalan meraih falah—kebahagiaan dunia dan akhirat.

Manusia sebagai Khalifah di Bumi

Selain beribadah, manusia juga diperankan Allah sebagai khalifah di muka bumi. Dengan akidah yang kuat, seorang muslim mampu menjalankan peran sebagai wakil Allah dengan penuh tanggung jawab. Dalam bermuamalah, ia akan menjaga keadilan, keseimbangan, dan kemaslahatan, sehingga membawa manfaat bukan hanya bagi dirinya, tetapi juga bagi masyarakat dan lingkungannya.

Akidah adalah fondasi yang akan menentukan arah muamalah seorang muslim. Ketika muamalah dilandasi akidah yang kokoh, maka setiap aktivitas sosial dan ekonomi tidak sekadar menjadi urusan duniawi, tetapi bernilai ibadah di hadapan Allah. Dengan tauhid sebagai inti akidah, kita akan senantiasa menjaga kejujuran, keadilan, dan etika, sehingga tujuan hidup sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi dapat tercapai: meraih falah, kebahagiaan dunia dan akhirat.

Program: Inspirasi Malam – Kajian Fikih Series Muamalah
Narasumber: Ustadz Asep Dadang Hidayat