Meneropong Tantangan dan Potensi Hadirnya Ditjen Pesantren
MQFMNETWORK.COM | BANDUNG – Data Kementerian Agama tahun 2024 – 2025 mencatat bahwa terdapat lebih dari 42.000 pondok pesantren aktif di Indonesia. Provinsi dengan jumlah pesantren terbanyak adalah Jawa Barat dengan sekitar 13.000 pesantren, disusul Jawa Timur dengan 7.000 pesantren, dan Banten dengan sekitar 6.000 pesantren.
Dalam momentum peringatan Hari Santri, pembentukan atau pengesahan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pesantren di lingkungan Kementerian Agama menjadi salah satu sorotan utama. Wacana pembentukan Ditjen Pesantren ini sejatinya telah mengemuka sejak lama, terutama di kalangan pendidikan Islam. Langkah ini dinilai sebagai bentuk penguatan lembaga pesantren agar memperoleh dukungan struktural yang lebih memadai baik dari sisi anggaran, kebijakan, maupun program pemberdayaan santri.
Menurut Dr. Jejen Musfah, dari sisi kuantitas, jumlah pesantren di Indonesia sebenarnya menunjukkan bahwa keberadaan Ditjen Pesantren memang diperlukan. Namun, yang lebih substantif adalah bahwa pesantren merupakan identitas bangsa Indonesia. Ia menilai bahwa perhatian pemerintah melalui kebijakan pembentukan Ditjen Pesantren pada momentum Hari Santri ini sangat tepat. “Kita dukung, kita apresiasi, dan kita ucapkan terima kasih kepada Pak Menteri, serta tentu kepada Presiden Prabowo yang telah memberikan restu atas kebijakan ini,” ujarnya. Saat ini, jumlah santri di Indonesia diperkirakan mencapai lebih dari 5 juta orang.
Perlu diingat, pesantren telah ada jauh sebelum Indonesia berdiri sebagai negara. Pesantren memiliki keaslian dan karakter tersendiri, serta didirikan atas inisiatif masyarakat untuk melahirkan kader-kader ulama. Dalam konteks kemandirian versus intervensi negara, hal ini tidak bisa dilihat secara sederhana. Faktanya, tidak semua pesantren benar-benar mandiri, baik dari segi ekonomi, fasilitas, maupun kemampuan operasional. Banyak pesantren yang masih memerlukan dukungan pemerintah agar dapat memiliki standar layak, terutama dalam hal asrama, ruang belajar, sanitasi, dan fasilitas MCK.
Sebagian besar pesantren berdiri atas niat sosial dan spiritual, berlandaskan keyakinan bahwa mengelola pesantren adalah amal jariyah yang pahalanya tidak akan terputus. Namun demikian, tidak semua pengelola pesantren memiliki kapasitas manajerial yang baik. Karena itu, peran pemerintah bukan untuk mengintervensi kurikulum atau metode pengajaran, melainkan untuk membantu pesantren dalam hal pengelolaan yang profesional seperti menjaga kebersihan lingkungan, memperbaiki sanitasi, dan menyediakan makanan bergizi agar santri hidup sehat.
Dengan hadirnya Ditjen Pesantren yang baru, diharapkan semakin banyak pejabat dan struktur yang fokus mengelola lembaga pesantren, sehingga ke depan pesantren memiliki standar mutu yang lebih baik—baik dari sisi tenaga pendidik, fasilitas, maupun lingkungan belajar. Harapannya, pesantren dapat semakin diterima dan dipercaya oleh masyarakat, termasuk kalangan menengah ke atas.
Terkait efektivitas kinerja ke depan, diharapkan para pengelola pesantren memiliki sikap terbuka dan bersinergi dengan pemerintah, demi kemajuan dan kemandirian pesantren di Indonesia.
Program : Sudut Pandang – Inspirasi Pagi
Narasumber : Dr. Jejen Musfah, M.A
Penyiar : Rizqi Alfaris – Syifa Khoirun Nisa