MQFMNETWORK.COM, Bandung – Komisi Yudisial (KY) menyatakan bahwa kebijakan Mahkamah Agung memutasikan Hakim hingga Pimpinan Pengadilan Negeri (PN) setelah mencuat kasus suap dan gratifikasi merupakan upaya serius untuk pembenahan Peradilan di Indonesia.
Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata mengatakan, rentetan kasus suap dan gratifikasi yang menjerat sejumlah Hakim belakangan ini berpotensi menggerus kepercayaan publik terhadap Lembaga Peradilan. Oleh sebab itu, KY berkomitmen bersama MA menjaga kehormatan Hakim.
Menurutnya, KY juga siap memberikan masukan dan informasi terkait Hakim-hakim yang berintegritas melalui rekam jejak yang pernah dilakukan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan mutasi Hakim. Diketahui, MA memutasikan sebanyak 199 hakim dan pimpinan pengadilan negeri di seluruh Indonesia berdasarkan hasil rapat pimpinan terkait mutasi promosi hakim dan panitera.
Dilihat dari dokumen hasil rapat yang dilihat dari laman resmi Badan Peradilan Umum (Badilum) MA, mayoritas dari total 199 hakim dan pimpinan pengadilan negeri yang dimutasi tersebut berasal dari wilayah kerja Jakarta. Mutasi besar-besaran ini dilakukan MA tidak lama setelah ketua pengadilan negeri dan majelis hakim di Jakarta ditetapkan sebagai tersangka suap dan/atau gratifikasi oleh Kejaksaan Agung.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan tersangka dan menahan tiga orang hakim, satu orang Ketua Pengadilan Negeri dan satu orang Panitera dalam kasus dugaan suap dan/atau gratifikasi mengenai putusan lepas perkara korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) di PN Jakarta Pusat.
Para tersangka, antara lain, Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom selaku Majelis Hakim yang menjatuhkan putusan lepas; Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta yang ketika itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat; dan Wahyu Gunawan selaku Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara.
Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Unisba, Prof. Dr. H. Edi Setiadi, S.H, M.H mengatakan, hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga karakter para hakim di Indonesia adalah terkait dengan pendidikan kode etik, pendidikan hukum, pendidikan karakter dan integritas pada hakim tersebut harus dibina dengan baik.
Adapun langkah mutasi ini sebaikanya dilakuka bukan kepada para hakim yang sudah mulai memasuki usia pensiun, namun dilakukan pada para hakim muda untuk dapat berkiprah di dunia peradilan dengan dinamika permasalahan yang ada di setiap wilayah. Dengan tantangn yang akan dihadapi dalam putusan perkara, maka akan membentuk putusan yang lebih bijak dan kritis untuk menangani permasalahan di tengah masyarakat.
Program: Bincang Sudut Pandang
Narasumber: Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Unisba, Prof. Dr. H. Edi Setiadi, S.H, M.H