
MQFMNETWORK.COM, Bandung – Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) tengah menggencarkan pembangunan insinerator sebagai solusi darurat untuk mengatasi krisis sampah yang melanda wilayah Bandung Raya. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap volume sampah harian yang mencapai lebih dari 1.600 ton di Kota Bandung saja.
Pembangunan Insinerator di Bandung Raya
Gubernur Jawa Barat menargetkan pembangunan 60 titik insinerator di wilayah Bandung Raya. Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, menyatakan bahwa pemerintah kota sedang menyiapkan lahan untuk pembangunan tersebut dan berharap proses perizinan dari Kementerian Lingkungan Hidup dapat dipercepat. Selain itu, Pemprov Jabar juga merencanakan pengadaan 84 unit insinerator tambahan dengan proyeksi anggaran sebesar Rp 117 miliar. Rinciannya, Kota Bandung membutuhkan 43 unit, Kabupaten Bandung 25 unit, Kota Cimahi 6 unit, dan Kabupaten Bandung barat 10 unit.
Kapasitas dan Teknologi Insinerator
Setiap unit insinerator dirancang untuk mengolah sekitar 10 ton sampah per hari. Beberapa insinerator, seperti yang dikembangkan oleh FTMD ITB, menggunakan teknologi tanpa asap yang memungkinkan pembakaran sampah tanpa mencemari udara. Abu hasil pembakaran bahkan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik, menciptakan siklus pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan.
Insinerator adalah alat yang digunakan untuk membakar limbah padat, cair, atau gas dengan cara yang mengontrol emisi dan meminimalkan dampak lingkungan. Proses pembakaran ini dilakukan pada suhu tinggi, biasanya antara 850°c hingga 1.400°c, untuk mengurangi volume limbah secara signifikan. Teknologi ini juga memungkinkan pemanfaatan energi panas yang dihasilkan untuk pembangkit listrik, dikenal sebagai waste-to-energy (wte)
Dampak Lingkungan dan Kesehatan
Meskipun insinerator dapat mengurangi volume sampah secara signifikan, teknologi ini tidak lepas dari kontroversi. Proses pembakaran pada suhu tinggi menghasilkan emisi gas berbahaya, termasuk gas rumah kaca seperti karbon dioksida dan oksida nitrogen. Meskipun insinerator modern dilengkapi dengan sistem pemurnian gas buang, tetap ada risiko terjadinya polusi udara dan pencemaran lingkungan.
Alternatif Pengelolaan Sampah
Selain pembangunan insinerator, Pemkot Bandung juga berharap pembangunan fasilitas Refuse-Derived Fuel (RDF) di gedebage dapat segera direalisasikan. Fasilitas tersebut ditargetkan mampu mengolah 300 ton sampah per hari. Untuk pengolahan sampah organik, Pemkot Bandung berencana melibatkan pd pasar dan seluruh pengelola pasar tradisional di Kota Bandung, dengan harapan dapat mengurangi sekitar 20 persen sampah organik dari total timbulan sampah harian.
Menanggapi wacana itu, sejumlah pihak menilai, pembangunan puluhan insinerator di Bandung Raya merupakan langkah strategis dalam menghadapi krisis sampah yang semakin parah. Namun, efektivitasnya dalam jangka panjang masih perlu dievaluasi, terutama terkait dampak lingkungan dan Kesehatan. Diperlukan pendekatan holistik yang mencakup edukasi masyarakat, pengurangan sampah dari sumbernya, dan pengembangan teknologi pengelolaan sampah yang ramah lingkungan untuk mencapai solusi yang berkelanjutan.
Tim Advokasi Persampahan Walhi Jawa Barat, M. Jefry Rohman mengatakan, WALHI sejak awal menolak karena belum benar-benar disaksikan manfaat dari insenerator tersebut. Dioksin yang dihasilkan dari pembakaran akan mencemari udara dan tetap ada walaupun tidak terlihat. Disamping itu, edukasi dan sosialisasi yang harus dihadirkan kepada masyarakat juga harus intensif dilakukan.
Program: Bincang Sudut Pandang
Narasumber: Tim Advokasi Persampahan Walhi Jawa Barat, M. Jefry Rohman