Al-‘Ariyah: Akad Pinjam-Meminjam dalam Perspektif Fikih Muamalah
Al-‘Ariyah adalah akad pemberian manfaat atas suatu barang milik orang lain tanpa imbalan dan dengan kewajiban untuk mengembalikannya dalam keadaan utuh. Akad ini termasuk dalam kategori akad tabarru’ (akad kebajikan), yaitu perbuatan yang diniatkan semata-mata untuk mendapatkan ridha Allah SWT, tanpa orientasi keuntungan duniawi.
Dalam kehidupan sehari-hari, praktik Al-‘Ariyah sangat sering terjadi, seperti meminjam alat pertanian, peralatan rumah tangga, atau kendaraan dari tetangga atau saudara.
Dalam akad Al-‘Ariyah terdapat empat unsur atau rukun utama:
1. Mu‘īr → Pihak yang meminjamkan barang.
2. Musta‘īr → Pihak yang meminjam barang.
3. Musta‘ār → Barang yang dipinjamkan.
4. Sīghah → Pernyataan atau akad serah terima pinjaman.
Selain itu, pihak peminjam harus cakap hukum, bertindak secara sukarela (tanpa paksaan), dan memiliki hak penuh atas barang yang dipinjamkan.
Secara umum, hukum asal Al-‘Ariyah adalah mubah (boleh). Namun hukumnya dapat berubah:
– Sunnah → Jika pinjaman memberi manfaat baik (misal meminjam buku atau kendaraan untuk keperluan kebaikan).
– Wajib → Jika pinjaman sangat dibutuhkan, seperti meminjam sarung atau mukena untuk shalat wajib.
– Haram → Jika pinjaman digunakan untuk maksiat atau kejahatan.
Al-‘Ariyah banyak diterapkan dalam kehidupan sosial masyarakat, mulai dari lingkungan rumah tangga, tetangga, hingga dalam praktik ekonomi syariah. Konsep ini juga menjadi bagian penting dalam lembaga keuangan syariah, meski dalam bentuk akad-akad yang lebih kompleks.
Al-‘Ariyah mewujudkan semangat tolong-menolong (ta‘āwun) dalam Islam sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Māidah: 2:
تَعۡتَدُوۡا ۘ وَتَعَاوَنُوۡا عَلَى الۡبِرِّ وَالتَّقۡوٰى وَلَا تَعَاوَنُوۡا عَلَى الۡاِثۡمِ وَالۡعُدۡوَانِ وَاتَّقُوا اللّٰهَ
“Tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan.”
Dengan Al-‘Ariyah, masyarakat didorong untuk saling membantu, mempererat ukhuwah, dan menghindari praktek riba.
Agar sah menurut syariat:
– Ada akad (ijab-qabul atau pernyataan pinjam-meminjam).
– Barang harus dapat diambil manfaatnya tanpa merusak wujud aslinya.
– Peminjam wajib mengembalikan barang dalam kondisi baik dan utuh.
– Tidak boleh ada imbal balik atau keuntungan yang merusak prinsip tabaru’.
Program: Inspirasi Malam – Kajian Muamalah
Narasumber: Ustadz Asep Dadang Hidayat
Penyiar: Zaeni