al quran

Al-Fatihah ayat kedua menyebutkan lafadz رَبِّ الْعَالَمِيْنَ (Rabbil ‘Alamin). Lafadz ini sarat dengan makna yang mendalam. Para ulama menjelaskan bahwa kata Rabb memiliki banyak arti, namun terdapat lima makna pokok yang menjadi intinya. Tiga di antaranya sudah dibahas sebelumnya, yakni Rabb sebagai Pencipta (Al-Khaliq), Pemilik (Al-Malik), dan Pendidik (Al-Murabbi). Pada kesempatan ini, kita akan menelusuri makna keempat, yaitu Allah sebagai Sang Maha Pemberi Nikmat.

Allah Sang Maha Pemberi Nikmat

Di dalam Al-Qur’an, kata Rabb tidak hanya menunjukkan penciptaan, kepemilikan, dan pendidikan, tetapi juga peran Allah sebagai pemberi segala nikmat. Allah mendidik dan memelihara makhluk-Nya dengan berbagai nikmat yang terus-menerus, diberikan secara bertahap demi kebaikan hamba-Nya. Ulama menjelaskan bahwa nikmat berarti kelebihan dan pertambahan. Segala sesuatu yang diberikan Allah di luar keadaan asal manusia itulah nikmat. Saat manusia lahir, ia tidak memiliki apapun tidak harta, tidak ilmu, tidak kedudukan. Semua yang dimiliki setelah kelahirannya adalah pertambahan yang datang dari Allah. Inilah yang dimaksud dengan nikmat, sebuah anugerah yang tak terhitung jumlahnya.

Nikmat yang Tak Terhitung Jumlahnya

Setiap manusia merasakan bahwa nikmat Allah begitu luas, baik yang tampak maupun yang tersembunyi. Bahkan Allah menegaskan bahwa nikmat itu diberikan tanpa batas, tanpa syarat, dan tanpa pamrih. Seandainya manusia mencoba menghitungnya, tidak akan mungkin bisa selesai. Firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 18:

وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَا ۗ

“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan dapat menghitungnya.”

Nikmat Allah datang terus-menerus, bahkan kepada mereka yang tidak beriman sekalipun. Hal ini ditegaskan dalam QS. Al-Isra ayat 20:

كُلًّا نُّمِدُّ هٰٓؤُلَاۤءِ وَهٰٓؤُلَاۤءِ مِنْ عَطَاۤءِ رَبِّكَۗ وَمَا كَانَ عَطَاۤءُ رَبِّكَ مَحْظُوْرًا ۝٢٠

“Tiap-tiap (golongan), baik golongan ini (yang menginginkan dunia) maupun golongan itu (yang menginginkan akhirat), Kami berikan anugerah dari kemurahan Tuhanmu. Dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi.”

Ini menunjukkan bahwa sifat Allah adalah Ar-Rahman, Maha Pengasih, yang memberi tanpa pilih kasih.

Nikmat dengan Hikmah

Allah memberikan nikmat dengan penuh hikmah. Kadang, sesuatu yang tampak sebagai musibah ternyata mengandung nikmat. Misalnya, sakit yang dialami seorang hamba bisa menjadi jalan untuk kembali kepada Allah, sarana penghapus dosa, atau bahkan pengangkat derajat. Allah berfirman dalam QS. Al-Qashash ayat 68:

وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاۤءُ وَيَخْتَارُۗ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُۗ سُبْحٰنَ اللّٰهِ وَتَعٰلٰى عَمَّا يُشْرِكُوْنَ ۝٦٨

“Tuhanmu menciptakan dan memilih apa yang Dia kehendaki; sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Mahasuci Allah dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.”

Apa pun yang Allah pilih untuk hamba-Nya, pasti penuh hikmah meski tak selalu mudah dipahami manusia.

Nikmat untuk Kebaikan Hamba

Setiap nikmat yang Allah berikan selalu demi kebaikan penerimanya. Allah tidak memberi sekadar memberi, melainkan untuk kemaslahatan manusia itu sendiri. Firman Allah dalam QS. An-Nisa ayat 27:

وَاللّٰهُ يُرِيْدُ اَنْ يَّتُوْبَ عَلَيْكُمْۗ وَيُرِيْدُ الَّذِيْنَ يَتَّبِعُوْنَ الشَّهَوٰتِ اَنْ تَمِيْلُوْا مَيْلًا عَظِيْمًا ۝٢٧

“Dan Allah hendak menerima tobatmu, sedangkan orang-orang yang mengikuti hawa nafsu menghendaki agar kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran).”

Allah memberi nikmat bukan untuk menjauhkan, melainkan untuk mendekatkan hamba kepada-Nya.

Buah Tadabbur: Syukur dan Kerendahan Hati

Merenungi makna Rabb sebagai Sang Maha Pemberi Nikmat akan menumbuhkan cinta kepada Allah, rasa syukur, dan kerendahan hati. Nikmat yang dimiliki bukan hasil usaha pribadi semata, melainkan karunia Allah. Kesadaran ini akan menghapus kesombongan dan ujub, serta menuntun kita untuk selalu dekat dengan Sang Maha Pemberi nikmat, bukan semata mengejar rezeki-Nya. Nikmat terbesar bagi seorang hamba sejatinya adalah nikmat hidayah, yang Allah anugerahkan bagi mereka yang menjaga ibadahnya.

Keyakinan bahwa Allah adalah Rabbil ‘Alamin, Sang Maha Pemberi Nikmat, akan melahirkan sikap sabar dan syukur dalam menghadapi segala keadaan. Sebab manusia hidup untuk diuji, dan kesabaran menjadi jalan terbaik untuk melewatinya. Semoga Allah menganugerahkan kepada kita nikmat yang tidak hanya bersifat lahiriah, tetapi juga nikmat batiniah berupa hidayah, iman, dan ketakwaan.

Program: Inspirasi Qur’an
Narasumber: Ustadz Firman Afifudin Saleh, M.Ag (Instruktur Bahasa Arab Quamus Arabic)