parkir

MQFMNETWORK.COM | Permasalahan parkir merupakan salah satu tantangan serius dalam pengelolaan lalu lintas dan tata ruang di Kota Bandung. Kota ini menghadapi lonjakan jumlah kendaraan pribadi yang tidak sebanding dengan ketersediaan lahan parkir, sehingga mendorong munculnya praktik parkir liar yang meresahkan masyarakat serta memperparah kemacetan. Menyadari kondisi ini, Pemerintah Kota Bandung merencanakan pembangunan gedung parkir bertingkat dan area parkir terpusat sebagai solusi jangka panjang yang dinilai efektif untuk menciptakan sistem parkir yang lebih tertib, terorganisasi, dan mendukung mobilitas kota secara keseluruhan.

Solusi Infrastruktur untuk Masalah Sistemik

Pembangunan gedung parkir bertingkat bukan sekadar proyek infrastruktur, melainkan strategi yang dibutuhkan dalam upaya menciptakan ruang kota yang lebih teratur. Area parkir yang terpusat akan mengurangi keberadaan juru parkir liar di pinggir jalan yang selama ini memanfaatkan keterbatasan lahan parkir. Untuk mendukung realisasi proyek ini, Pemerintah Kota Bandung menggandeng pihak swasta serta Kamar Dagang dan Industri (Kadin). Kadin dinilai memiliki kapasitas dan jejaring yang kuat karena dihuni oleh para pelaku usaha yang memahami manajemen properti, termasuk pengelolaan gedung parkir.

Langkah ini sekaligus memperkuat keterlibatan sektor swasta dalam pembangunan kota yang lebih berdaya saing. Gedung parkir yang dikelola secara profesional diperkirakan mampu memberikan kenyamanan dan keamanan lebih bagi pengguna kendaraan pribadi sekaligus menekan praktik parkir liar.

Urgensi Standarisasi dan Regulasi Parkir

Menurut pengamat tata kota, hingga saat ini Kota Bandung masih belum memiliki standar teknis yang baku terkait kewajiban penyediaan lahan parkir berdasarkan jenis dan kapasitas kegiatan. Hal ini menjadi salah satu akar permasalahan parkir yang kronis. Misalnya, sebuah hotel dengan 100 kamar maupun pusat perbelanjaan dengan luas 20.000 meter persegi tidak memiliki acuan pasti mengenai jumlah minimal tempat parkir yang harus disediakan.

Sebagai perbandingan, di Jakarta, setiap 60 meter persegi luas lantai komersial wajib menyediakan satu tempat parkir. Standar seperti ini belum diterapkan di Bandung. Akibatnya, banyak kegiatan yang berskala besar tidak memiliki area parkir memadai, sehingga pengguna kendaraan pribadi akhirnya memilih parkir di badan jalan.

Pengamat menilai bahwa selama pemerintah belum mampu menyediakan angkutan umum yang andal dan terintegrasi, maka kendaraan pribadi akan tetap menjadi pilihan utama masyarakat. Oleh karena itu, kegiatan yang berpotensi menarik banyak kendaraan harus diwajibkan menyediakan fasilitas parkir yang mencukupi. Jika tidak, maka badan jalan akan terus dijadikan tempat parkir alternatif, yang pada akhirnya menimbulkan kemacetan.

Penentuan Lokasi Strategis dan Desain Parkir yang Efisien

Efektivitas gedung parkir sangat bergantung pada pemilihan lokasi yang tepat. Menurut para ahli perencanaan kota, lokasi pembangunan harus didasarkan pada analisis trip attraction—yakni jumlah kendaraan yang tertarik untuk datang ke suatu titik dalam waktu tertentu. Wilayah-wilayah pusat keramaian, seperti pusat belanja, perkantoran, fasilitas publik, dan kawasan wisata, menjadi prioritas utama.

Model parkir juga harus disesuaikan dengan kondisi fisik dan ekonomi lahan. Untuk lahan yang luas, surface parking masih menjadi opsi terbaik. Namun di kawasan padat, penggunaan basement parking, gedung parkir bertingkat, atau mechanical parking lebih direkomendasikan. Meskipun investasi awal untuk sistem parkir mekanik cukup besar, tetapi kapasitas dan efisiensi lahan yang dihasilkan sebanding dengan biayanya.

Insentif, Disinsentif, dan Tanggung Jawab Kolektif

Pengamat transportasi menegaskan pentingnya pendekatan insentif dan disinsentif dalam kebijakan parkir. Pemilik kegiatan yang tidak mampu menyediakan parkir sendiri sebaiknya diwajibkan memberikan kontribusi dalam bentuk kompensasi pembangunan parkir kota. Selain itu, pemerintah perlu menciptakan sistem insentif berupa tarif parkir resmi yang terjangkau dan nyaman, guna menarik pengguna kendaraan pribadi untuk parkir di tempat resmi.

Sebaliknya, parkir liar harus dikenai sanksi tegas. Penegakan hukum yang konsisten sangat penting untuk membangun kedisiplinan masyarakat. Selain itu, perlu dikembangkan sistem teknologi digital dalam manajemen parkir, seperti aplikasi pencari parkir, sistem pembayaran non-tunai, dan integrasi data lalu lintas untuk menciptakan ekosistem transportasi kota yang modern.

Pendidikan Publik dan Peningkatan Kesadaran

Penting juga untuk mendorong perubahan perilaku masyarakat. Sosialisasi yang berkelanjutan perlu dilakukan agar masyarakat memahami manfaat menggunakan parkir resmi dan pentingnya tidak memanfaatkan badan jalan sebagai tempat parkir. Selain itu, pemerintah perlu meningkatkan aksesibilitas dan kenyamanan angkutan umum agar masyarakat memiliki alternatif mobilitas yang lebih baik daripada kendaraan pribadi.

Menuju Tata Kelola Parkir yang Lebih Baik

Penerapan gedung parkir bertingkat dan sistem parkir terpusat di Kota Bandung merupakan langkah penting dalam reformasi tata kelola lalu lintas dan perencanaan kota. Dengan kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat, sistem parkir yang lebih tertib dan terstruktur dapat diwujudkan. Selain mengurangi praktik parkir liar, upaya ini juga akan berdampak positif pada kelancaran lalu lintas, keselamatan pengguna jalan, dan kenyamanan aktivitas warga kota.

Bandung membutuhkan standar, regulasi, serta perencanaan yang komprehensif untuk memastikan bahwa setiap kegiatan yang memicu kedatangan kendaraan turut bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas parkir. Dengan demikian, pengelolaan parkir tidak hanya menjadi urusan teknis, tetapi bagian dari visi besar dalam membangun kota yang manusiawi, tertib, dan berdaya saing.

Program: Bincang Sudut Pandang
Narasumber: Dr.Ir. Denny Zulkaedi, MUP.