MQFMNETWORK.COM, Bandung – Transisi energi bersih menuju sumber energi terbarukan kini menjadi agenda global yang semakin mendesak, seiring dengan meningkatnya kesadaran akan ancaman perubahan iklim. Berbagai negara, baik maju maupun berkembang, berlomba-lomba untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan beralih ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan. 

Berdasarkan laporan World Energy Outlook 2024 yang diterbitkan oleh Badan Energi Internasional (IEA), sepanjang tahun 2023, arus investasi untuk energi bersih tercatat hampir dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan pendanaan untuk energi fosil, seperti minyak, gas, dan batu bara. IEA melaporkan bahwa investasi global untuk proyek energi bersih mendekati angka dua triliun dolar Amerika Serikat, atau setara dengan sekitar 30 kuadriliun rupiah.

Energi Terbarukan, Solusi Ramah Lingkungan

Energi bersih, yang juga dikenal dengan energi terbarukan, adalah sumber daya energi yang berasal dari sumber yang tidak akan habis dan tidak mencemari lingkungan karena tidak menghasilkan polusi dan limbah. Sumber-sumber energi ini meliputi tenaga surya, tenaga angin, dan energi air. 

Di tengah krisis perubahan iklim, dunia tidak hanya menghadapi global warming (pemanasan global), tetapi kini juga memasuki fase yang lebih ekstrem, yang disebut global boiling. Istilah ini mengingatkan kita akan pentingnya segera beralih ke energi bersih sebagai bagian dari upaya global untuk membatasi kenaikan suhu bumi. 

Tren Investasi Global dalam Energi Bersih

Tahun 2023 menandai tonggak penting dalam investasi energi bersih. Arus investasi untuk proyek energi terbarukan tercatat jauh lebih besar dibandingkan dengan energi fosil. Ini mencerminkan perubahan besar dalam cara dunia memandang sektor energi. Energi bersih kini lebih menarik bagi investor. Meskipun biaya teknologi bersih sempat mengalami kenaikan dalam beberapa tahun terakhir, secara umum, biaya untuk sebagian besar teknologi energi terbarukan terus menurun seiring berjalannya waktu.

Sebagai hasil dari penurunan biaya ini, kapasitas pembangkit listrik terbarukan diprediksi akan meningkat pesat. Diperkirakan bahwa pada 2030, kapasitas pembangkit listrik berbasis energi terbarukan akan mencapai hampir 10 gigawatt (GW), seiring dengan peningkatan adopsi teknologi yang lebih efisien dan terjangkau.

Dominasi Energi Terbarukan dalam Penyediaan Listrik

Perkembangan energi terbarukan sangat cepat. Dalam beberapa tahun terakhir, energi terbarukan mulai menggantikan sebagian besar energi fosil dalam pembangkitan listrik. Pada 2023, energi terbarukan menyediakan sekitar 30% dari total pasokan listrik global, sementara pangsa energi fosil menurun menjadi sekitar 60%, yang merupakan bauran terendah dalam lima dekade terakhir.

Proyeksi untuk 2035 menunjukkan bahwa pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) akan menyumbang lebih dari 40% dari total pasokan listrik global. Pada 2050, kedua sumber energi ini diperkirakan akan menyumbang hampir 60% dari total pasokan listrik dunia, menandakan peralihan besar menuju energi terbarukan dalam sektor pembangkit listrik.

Dalam konteks global, China memainkan peran yang sangat besar dalam pertumbuhan energi bersih. Pada 2023, China menyumbang sekitar 60% dari penambahan kapasitas energi bersih di seluruh dunia. Bahkan, pada 2030, diperkirakan kapasitas pembangkit listrik tenaga surya di China akan melampaui total permintaan listrik dari Amerika Serikat. Meskipun demikian, tantangan besar yang dihadapi adalah ketidakpastian kebijakan dan tingginya biaya modal, yang dapat memperlambat peralihan dari energi fosil ke energi terbarukan. Hal ini juga menjadi tantangan bagi banyak negara berkembang, termasuk Indonesia.

Di Indonesia, meskipun memiliki potensi besar untuk mengembangkan energi terbarukan, transisi menuju energi bersih masih menghadapi banyak tantangan. Salah satu hambatan utama adalah tingginya biaya awal untuk teknologi energi terbarukan, seperti pemasangan panel surya, yang belum terjangkau bagi sebagian besar masyarakat. Selain itu, Indonesia belum memiliki komitmen yang cukup ambisius dalam transisi energi bersih.

Komitmen yang kuat dari pemerintah untuk beralih ke energi terbarukan sangat penting, karena ini akan memberikan sinyal positif kepada pasar dan investor. Tanpa komitmen yang jelas dan ambisius, sulit bagi sektor swasta untuk berinvestasi dalam energi terbarukan. Selain itu, subsidi atau bantuan fiskal untuk energi terbarukan di Indonesia masih sangat terbatas, yang menghambat pengembangan dan daya saing teknologi energi terbarukan itu sendiri.

Selain aspek teknis dan ekonomi, transisi menuju energi terbarukan juga harus memperhatikan aspek sosial. Energi adalah pondasi penting dalam kehidupan masyarakat, dan transisi energi bersih harus memastikan bahwa semua lapisan masyarakat mendapatkan manfaat dari perubahan ini. Pengembangan energi terbarukan dapat menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan ketahanan energi nasional, dan mengurangi ketergantungan pada impor energi.

Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, dibutuhkan kebijakan yang inklusif dan pemerataan akses energi terbarukan, terutama untuk daerah-daerah yang masih minim akses terhadap listrik. Transisi energi bersih yang sukses akan berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan sosial, terutama di daerah-daerah terpencil yang belum terjangkau oleh jaringan listrik konvensional.

Narasumber: Syahrani, Peneliti Indonesian Center for Environmental Law (ICEL)
Program: Inspirasi Pagi – Sudut Pandang