Ibadah dan Akhlak: Jalan Menuju Hati yang Bersih
Ibadah bukan hanya rutinitas ritual, tetapi proses membangun kesadaran diri bahwa kita hanyalah hamba yang kecil di hadapan Allah ﷻ. Saat kita sujud, kita menundukkan diri, melepaskan kesombongan, dan mengakui keagungan-Nya. Orang yang masih menyimpan kesombongan di dalam hati akan sulit benar-benar memuji Allah. Sebab, kesombongan membuat hati merasa lebih tinggi dari sekitarnya dan enggan merendah.
Shalat yang kita lakukan lima kali sehari adalah latihan kerendahan hati. Di akhir shalat kita mengucap salam:
“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”
Salam ini bukan sekadar penutup shalat, melainkan pernyataan tekad untuk membawa kebaikan dan keselamatan bagi orang lain: menjaga lingkungan, keluarga, tetangga, bahkan seluruh makhluk Allah. Inilah akhlak yang lahir dari ibadah yang benar.
Ibadah Tanpa Akhlak, Ibarat Doa yang Kosong
Allah mengingatkan:
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ، الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاتِهِمْ سَاهُونَ
“Celakalah orang-orang yang lalai dalam shalatnya.” (QS. Al-Ma’un: 4–5)
Ibadah bukan hanya soal doa, tetapi juga pengamalan nilai. Seorang istri yang berdoa meminta rumah tangga sakinah tetapi masih berbicara kasar pada suaminya, atau seseorang yang berdoa minta rezeki tetapi masih kikir dan marah-marah, sejatinya belum meresapi makna ibadah itu sendiri.
Hati Sehat, Akhlak Mulia
Hati yang sehat (qolbun salim) adalah kunci keselamatan di akhirat. Penyakit hati seperti sombong, suka mengeluh, mencela, atau bergibah akan menggerogoti ibadah kita. Maka, menjaga hati menjadi bagian dari ibadah itu sendiri. Bila ada orang yang menyakiti hati kita, jadikan itu cermin untuk menguatkan jiwa—bukan untuk menyimpan dendam.
Akhlak dalam Kehidupan Sehari-hari
Orang beriman dituntut untuk membalas keburukan dengan kebaikan, mengendalikan emosi, dan tidak larut dalam bisikan kebencian. Saat orang lain mencela, kita doakan, Saat orang lain menyakiti, kita memaafkan, Saat hati mulai panas, kita kembali ingat Allah.
Inti dari semua ini adalah ibadah sebagai jalan mencintai dan dimuliakan oleh Allah. Ketika hati telah terpaut kepada Allah, maka dunia tidak lagi menguasai kita. Kekayaan, jabatan, atau kesenangan tidak akan menggoda bila kita telah merasakan manisnya iman.
“Barangsiapa merendah karena Allah, maka Allah akan meninggikan derajatnya.” (HR. Muslim)
Program: Inspirasi Malam – Kajian Ma’rifatullah
Narasumber: K.H. Dudi Muttaqien, M.Pd.I