Dalam menjalani kehidupan ini, setiap manusia pasti akan berjumpa dengan lika-liku yang membuatnya merasakan kebahagian dan kesedihan secara silih berganti. Ketika jalan hidup membawa kita ke puncak kesuksesan, maka hanya kebahagiaan yang memenuhi diri kita. Seakan-akan semua hal yang ada di semesta ini mendukung semua rencana dan mewujudkan semua keinginan kita. Tapi akan ada masanya jalan hidup membawa kita jatuh jauh ke dalam jurang kegagalan. Pada saat itulah, semua kebahagiaan seketika lenyap dan diri kita pun merasa jika semua yang terjadi di dunia ini tampak selalu buruk. Semua rencana kita seakan digagalkan, semua mimpi kita seakan sirna.
Perubahan hidup yang sedemikian dinamis ini seharusnya bisa kita tanggapi dengan bijak. Menyikapi kegagalan bukan dengan mengisi hati dengan rasa iri dan dengki pada kebahagiaan orang lain, terlebih jika kita merendahkan orang lain hanya demi membuat kita tetap terlihat paling baik. Ini yang sering dialami oleh kita tatkala sudah lama belajar agama kemudian merasa diri sudah lebih dari orang lain dan lebih paham dari yang lain, sehingga menghalalkan merendahkan orang lain. Padahal jika di resapi kekurangan kita teramat banyak sehingga kegagalan turut serta menyambut hidup kita.
Allah berfirman dalam QS. An-Najm:32
هُوَ أَعْلَمُ بِكُمْ إِذْ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَإِذْ أَنْتُمْ أَجِنَّةٌ فِي بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ ۖ فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ ۖ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَىٰ
Terjemah:”Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.“
Dari ayat di atas mengingatkan kita bahwa janganlah kita mengatakan diri ini suci, diri kita lebih baik. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
لاَ تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمُ اللَّهُ أَعْلَمُ بِأَهْلِ الْبِرِّ مِنْكُمْ
“Janganlah menyatakan diri kalian suci. Sesungguhnya Allah yang lebih tahu manakah yang baik di antara kalian.” (HR. Muslim no. 2142).
Sahabat MQ, prinsip yang harus dipegang adalah jangan selalu merasa diri sudah baik atau paling baik, namun berusaha teruslah untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik. Merasa diri paling benar, paling suci, paling aman dari dosa, paling beriman atau bahkan paling berhak masuk surga adalah beberapa bentuk sikap sombong dalam Islam dan merupakan perbuatan yang sangat tidak disukai oleh Allah SWT. Karena itu, umat muslim sangat dianjurkan untuk lebih mengenal dirinya sendiri (introspeksi diri) guna menghindarkan kita dari berbagai penyakit hati sombong, riya, ujub, takabur, dan lain sebagainya.
Lalu bagaimana agar kita terhindar dari sikap merendahkan orang lain ?
Salah satu cara untuk bisa terus menjalani kehidupan dengan rasa damai tanpa merendahkan orang lain adalah dengan melakukan muhasabah diri (introspeksi diri). Introspeksi diri merupakan sebuah proses di mana seseorang melakukan pengamatan terhadap dirinya sendiri. Melalui introspeksi diri, seseorang akan mampu mengungkap segala pemikiran yang ia sadari secara penuh. Introspeksi diri juga membantu manusia mengungkap keinginan, hingga kelemahan dan kelebihan yang dimilikinya. Intropeksi diri juga membuat kita berpikir tentang apa yang telah kita berikan untuk hidup, baik hidup kepada diri sendiri ataupun orang lain.
Konsep Muhasabah, dalam al-Qur‟an terdapat dalam Surat (Al-Hasyr: 18-19).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ –
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ –
Terjemah:”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk esok (hari akhirat) dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.“