MQFMNETWORK.COM, Bandung – Jawa barat perlu peta resiko yang lebih mendetail terutama dengan kebijakan tata ruang baik dari segi infrastruktur, pemillihan lokasi dan jalur evakuasi yang mempertimbangkan resiko gempa di suatu wilayah dan diperlukannya literasi bencana bagi masyarakat melalui jalan formal seperti pengadaaan kurikulum maupun jalur informal melalui edukasi komunitas. 

Diperlukan kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat dengan pendekatan yang terintegrasi dalam meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi resiko gempa yang terjadi. Salah satu upaya yang paling utama adalah meningkatkan pemahaman tetang resiko gempa melalui peta kajian resiko yang lebih mendalam. 

Badan Penaggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat sedang menyusun dokumen kajian resiko bencana KRB di Provinsi Jawa Barat dengan rentang tahun 2025 sampai 2029. Dokumen kajian tersebut akan menjadi rujukan untuk pembangunan di Jawa Barat dan akan menjadi acuan perizinan. Dokumen kajian resiko bencana dilakukan berdasarkan peta kerawanan bencana dan digunakan untuk meminimalisir resiko. Ada beberapa instansi resmi termasuk dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) terlibat juga dalam pembaruan adanya potensi kebencanaan dan juga langkah mitigasi yang perlu diambil oleh pemerintah. 

Mencegah bencana dengan memahami potensi bencana melalui riset modern bisa mengestiamsi potensi bencana di masa depan misalnya dengan mengetahui perubahan pola curah hujan sekarang bisa mengestimasi potensi resiko banjir di masa depan dan potensi gempa bumi potensi gunung api. Kajian tersebut harapannya menghasilkan peta risiko bencana yang lebih mendetail sehingga dapat meminimalisir resiko kerusakan lingkungan, infrstruktur, termasuk kerugian ekonomi dan resiko korban jiwa. 

Faktor yang perlu diperhatikan dalam penyusunan peta risiko bencana di masing-masing wilayah di Jawa Barat yang memiliki kontur geografis yang berbeda-beda:

  1. Pahami bahwa Bencana Alam adalah sesuatu yang dinamis, berubah fungsi waktu 
  2. Mengakomodir kondisi dinamis dari wilayah, dengan peta resiko bencana dapat mengakomodir proses dinamika dari alam dan peta resiko bencana yang baik harus mengakomodir proses dinamika dari penduduk termasuk infratruktur sebagai implikasi penambahan penduduk 

Seluruh masyrakat Indonesia harus memiliki risk mentality atau mentalitas resiko. Peta resiko bencana harus dibuat dalam skala nasional dengan level infrastrutur yang strategis, salah satu contohnya pembangunan bendungan yang harus diperhatikan adalah resiko bencana alam untuk wilayah disekitarnya. 

Memahami potensi bencana sama seperti kita memahami diri sendiri, kita pasti berpikir bagaimana caranya untuk bertahan untuk menjaga agar wilayah tetap sejahtera. Karena memahami bencana harus menjadi bagian dari seluruh proses politik pembangunan. Pengurangan resiko bencana harus menjadi bagian dari proses perencanaan pembangunan secara holistik.