MQFMNETWORK.COM, Bandung – Masalah sampah di Indonesia terus menjadi sorotan serius, terutama terkait dengan sampah rumah tangga dan sampah yang dihasilkan selama perayaan pesta demokrasi. Menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada), alat peraga kampanye (APK) seperti baliho dan selebaran mulai bermunculan di berbagai sudut kota. Mengacu pada data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada pemilu terakhir yaitu Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) awal tahun 2024, jumlah sampah yang dihasilkan mencapai 390 ton yang berujung tidak dikelola. Hal ini menambah beban di tengah ancaman krisis perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati.
Hedi Ardia, Ketua Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat KPU Jawa Barat, menegaskan pentingnya pembiasaan dan pengawalan dari masyarakat sipil serta organisasi lingkungan. Ia berharap ke depan, para calon kepala daerah dapat teredukasi untuk melaksanakan kampanye yang ramah lingkungan. Ia berharap dengan munculnya gerakan “Pilkada Lestari” dapat membentuk konsep pengelolaan sampah yang lebih efektif di masa mendatang.
Secara umum, pengelolaan sampah di Indonesia yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, menargetkan pengelolaan sampah secara menyeluruh mencapai 100% pada akhir tahun ini. Target tersebut mencakup pengurangan sampah sebesar 20% dan penanganan sampah sebanyak 80%. Idealnya, hal ini berarti tidak ada sampah yang mencemari lingkungan akibat tidak tertangani. Namun, data terbaru menunjukkan bahwa secara nasional, pengelolaan sampah baru mencapai 47%. Jika kita rinci lebih lanjut, dari target penanganan 80%, hanya tercapai setengahnya saja. Artinya, masih banyak sampah di Indonesia yang tidak tertangani, yang berpotensi mencemari lingkungan. Sampah-sampah ini dapat mencemari sungai dan danau, serta menyebabkan polusi udara ketika dibakar secara sembarangan.
Sementara itu di sektor pengurangan sampah, dari target 20% yang terbagi hanya tercapai sepersepuluhnya saja. Ini menunjukkan bahwa mayoritas program pengurangan sampah di Indonesia belum efektif dan masih sangat bergantung pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Skema pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan masih mendominasi sebagian besar wilayah di Indonesia, termasuk di Jawa Barat. Ketergantungan pada TPA ini tidak hanya menghambat upaya pengurangan sampah, tetapi juga berisiko meningkatkan pencemaran lingkungan.
Permasalahan yang dihadapi dalam gerakan “Pilkada Lestari” berfokus pada pengelolaan sampah yang dihasilkan dari alat peraga kampanye (APK), dari prediksi KLHK yang terkumpul di awal tahun 2024 pada saat Pemilu, terkumpul 392.000 sampah dan mayoritas sampah adalah sampah jenis plastik. Menurut Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2020, sampah plastik termasuk dalam kategori sampah spesifik yang harus didaur ulang dan tidak boleh dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Mengingat juga beberapa TPA yang ada di Indonesia sudah overload menjadi perhatian kita atas permasalahan sampah APK yang perlu ditangani dan didaur ulang lebih lanjut. Mengingat beberapa TPA di Indonesia sudah mengalami overload, hal ini menyoroti pentingnya penanganan dan pendauran ulang sampah APK dengan lebih serius.
Satuan aksi Mahasiswa Muslim Indonesia berupaya menyusun kajian mengenai penanganan sampah APK yang ada di Indonesia. Berdasarkan meta-analisis dari pemilu 2009, 2014, 2019, dan 2024. Rupanya penanganan sampah APK di Indonesia tidak pernah ditangani secara langsung oleh pihak-pihak terkait. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2020, tanggung jawab pengelolaan sampah ini seharusnya berada di tangan penyelenggara, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU). Namun, kenyataannya, banyak sampah APK hanya ditimbun dan ditumpuk di kantor-kantor Bawaslu tanpa proses yang memadai. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia menyoroti hal ini agar bisa ditindak lebih lanjut dan berharap agar pengelolaan sampah-sampah APK dapat diserahkan kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab, termasuk KPU, Bawaslu dan para kontestan pemilu itu sendiri.
Dampak Sampah APK terhadap Masyarakat
Salah satu dampak signifikan dari sampah APK adalah overload di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sistem informasi penanggulangan sampah nasional (SIPSN) tidak mendata sampah-sampah APK, sehingga sejauh tahun 2024, banyak sampah APK yang masuk ke TPA secara gelondongan dan tanpa terdata. Akibatnya, sampah tersebut tidak diolah lebih lanjut, melainkan dibakar, yang dapat menyebabkan dampak serius terhadap lingkungan, termasuk perubahan iklim. Selain itu, masyarakat yang tinggal di dekat TPA juga berisiko terkena penyakit pernapasan.
Hal-Hal yang Bisa Dilaksanakan sebagai Bentuk Mewujudkan Pilkada Lestari:
- Saling Mencerdaskan
Bersama KPU dan KLHK, kita perlu mengagendakan program-program kecerdasan mengenai Pilkada Lestari di tengah masyarakat. Ini akan membantu meningkatkan pemahaman dan kesadaran publik tentang pentingnya kelestarian dalam pemilihan kepala daerah. - Saling Mengingatkan
Setiap individu memiliki peran penting sebagai faktor penggerak dalam Pilkada Lestari. Ketika kita melihat calon pemimpin (paslon) yang tidak memperhatikan aspek kelestarian, kita harus berani melakukan kampanye untuk mengingatkan mereka. Dengan harapan, selama masa kampanye, akan terjadi perubahan yang positif dan muncul keinginan masyarakat untuk memiliki pemimpin yang lebih baik dan berkomitmen terhadap kelestarian lingkungan.
Melalui kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan calon pemimpin, kita dapat mewujudkan Pilkada Lestari yang tidak hanya menghasilkan pemimpin berkualitas tetapi juga menjaga lingkungan kita. Mari kita bersama-sama berkomitmen untuk mengelola sampah APK dan menjadikan setiap pemilu sebagai kesempatan untuk menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Narasumber: Aulia Furqon, Ketua Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI)
Program: Inspirasi Pagi – Sudut Pandang