Secara bahasa ḥusnuẓẓan berasal dari dua kata, yaitu ḥusnu dan zan yang artinya berbaik sangka. Secara istilah, ḥusnuẓẓan diartikan berbaik sangka terhadap segala ketentuan dan ketetapan Allah yang diberikan kepada manusia. Ḥusnuẓẓan merupakan salah satu bagian dari akhlak terpuji. Lawan dari ḥusnuẓẓan adalah su’uzzan yang artinya jahat sangka. Su’uzzan haram hukumnya. Su’uzzan atau berburuk sangka adalah perbuatan yang tidak diperbolehkan karena dapat mengakibatkan permusuhan dan retaknya persaudaraan.

Sikap ḥusnuẓẓan akan melahirkan keyakinan bahwa segala kenikmatan dan kebaikan yang diterima manusia berasal dari Allah, sedangkan keburukan yang menimpa manusia disebabkan dosa dan kemaksiatannya. Tidak seorang pun bisa lari dari takdir yang telah ditetapkan Allah. Tidak ada yang terjadi di alam semesta ini melainkan apa yang Dia kehendaki dan Allah SWT tidak meridhai kekufuran untuk hambaNya, Allah SWT telah menganugerahkan kepada manusia kemampuan untuk memilih dan berikhtiar. Segala perbuatannya terjadi atas pilihan dan kemampuannya yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.

Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ḥusnuẓẓan memiliki arti baik sangka, khususnya baik sangka terhadap segala ketentuan Allah sehingga manusia dapat senantiasa berpikir positif ketika ditimpa kenikmatan maupun kesusahan di dalam hidup. Berprasangka baik kepada Allah, menerapkan akhlak mulia, dan menghindari menggunjing orang lain, maka ia akan mencapai kemanfaatankemanfaatan di dunia ini maupun dunia yang akan datang. Kecurigaan-kecurigaan kepada Allah justru akan berakibat pada tidak diterimanya taubat seseorang.

Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa salah satu tanda orang yang ḥusnuẓẓan adalah taat kepada Allah. Hasan al-Bashri menambahkan bahwa orang yang ḥusnuẓẓan kepada Tuhannya harus senantiasa memperbaiki amalnya. Ḥusnuẓẓan terhadap Allah Ḥusnuẓẓan kepada Allah memiliki 2 tingkat pemahaman, yaitu:

  1. Mempercayai Allah, mengadukan segala persoalan kepada-Nya, ridha akan qadha dan qadar-Nya, senantiasa bersikap dingin dalam menghadapi kehendak-Nya.
  2. Bersyukur atas segala nikmat dari Allah dan tidak pernah mengeluh ketika menerima cobaan.

Allah SWT berfirman dalam QS. Fussilat: 23

وَذَٰلِكُمْ ظَنُّكُمُ ٱلَّذِى ظَنَنتُم بِرَبِّكُمْ أَرْدَىٰكُمْ فَأَصْبَحْتُم مِّنَ ٱلْخَٰسِرِينَ

Terjemah Arti: “Dan yang demikian itu adalah prasangkamu yang telah kamu sangka kepada Tuhanmu, Dia telah membinasakan kamu, maka jadilah kamu termasuk orang-orang yang merugi.”

Ayat di atas menjelaskan bahwa dugaan buruk kepada Allah  itu akan membinasakan kita, karena itu kita  termasuk orang-orang yang merugi di dunia dan di Akhirat. Dugaan orang-orang kafir bahwa Allah tidak mengetahui dan tidak melihat perbuatan-perbuatan buruk yang dilakukannya adalah persangkaan yang tidak baik. Persangkaan yang demikian akan menimbulkan keberanian untuk melakukan perbuatan-perbuatan terlarang, sehingga berakibat kerugian pada diri sendiri. Akibat persangkaan yang demikian itu, mereka akan mendapat kerugian dan kehinaan di dunia dan azab pedih di akhirat nanti.


Dari ayat ini, dapat dipahami bahwa sangkaan yang baik ialah meyakini bahwa Allah mengetahui segala perbuatan hamba-Nya sejak dari yang halus sampai kepada yang besar, sejak dari yang nampak sampai kepada yang tersembunyi, dan Allah mengetahui segala isi hatinya.

Jika seseorang telah memercayai yang demikian, maka ia selalu meneliti segala yang akan diperbuatnya, mana yang diridai Allah dan mana yang tidak diridai-Nya. Ia akan menghentikan serta menjauhkan diri dari segala perbuatan yang tidak diridai Allah, karena ia telah yakin bahwa Allah melihat dan mengetahui semua perbuatannya itu. Diriwayatkan oleh Ahmad, Musli, Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Jabir bin ‘Abdullah:

Rasulullah SAW. bersabda,
“Kamu jangan sekali-kali mati kecuali berbaik sangka kepada Allah.

Para ulama berpendapat bahwa sangkaan itu ada dua macam: pertama, sangkaan yang baik, yaitu menyangka bahwa Allah mempunyai rahmat, keutamaan, dan kebaikan yang akan dilimpahkan-Nya kepada manusia, sebagaimana tersebut dalam hadis Qudsi : Allah ﷻ berfirman, “Aku menuruti sangkaan hamba-Ku kepada-Ku.”(Riwayat Muslim dan Anas). Kedua, sangkaan yang jelek, yaitu menyangka bahwa Allah tidak mengetahui segala perbuatan hamba-hamba-Nya.