MQFMNETWORK.COM, Bandung – Presiden Prabowo Subianto menetapkan rata-rata kenaikan upah minimum buruh 2025 sebesar 6,5 persen atau lebih tinggi dari rata-rata kenaikan tahun ini yang sebesar 3,6 persen. Dengan asumsi rerata upah minimum 2024 adalah Rp3,1 juta, maka rerata upah minimum pekerja tahun depan adalah Rp3,3 juta.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menyebutkan bahwa penetapan Upah Minimum Regional (UMR) tahun 2025, baik untuk tingkat Provinsi hingga Kota/Kabupaten akan diumumkan sebelum tanggal 25 Desember 2024. Pihaknya meminta kepada pemerintah daerah untuk turut bersinergi dalam mensosialisasikan tentang formulasi kenaikan upah minimum yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Dirinya berharap agar para pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dapat memahami kenaikan upah minimum yang telah diumumkan oleh Presiden.
Hal tersebut karena kenaikan UMP merupakan kebijakan Presiden dan pemerintah memiliki banyak PR yang lain selain upah minimum yang juga harus diselesaikan. Disebutkan bahwa Menaker saat ini masih menyusun Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) terkait penentuan upah minimum tersebut.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan, kenaikan Upah Minimum Nasional (UMP) sebesar 6,5 persen tak serta merta dapat mengompensasi potensi penurunan daya beli akibat naiknya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen per Januari 2025 mendatang. Pihaknya mengungkapkan, upah riil yang minim disebabkan karena inflasi volatile food yang akan mencapai 5 hingga 6 persen. Menurutnya, kenaikan UMP 6,5 persen belum sesuai fakta di lapangan.
Kenaikan UMP 6,5 persen masih lebih rendah dari yang seharusnya didapatkan oleh buruh. Pihaknya menghitung, kenaikan UMP mestinya ada di kisaran 8-10 persen, mengingat adanya proyeksi akan inflasi dan pertumbuhan ekonomi ke depan. Jika proyeksi inflasi 4,1 persen di tahun 2025, sekaligus tambahan naiknya PPN 12 persen. Pihaknya menyebut, kenaikan upah riil buruh bakal semakin tergerus.
Direktur Eksekutif Center for Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Tahun 2025 sebesar 6,5 persen akan memberi efek positif terhadap dunia usaha. Pihaknya menjelaskan, berdasarkan simulasi perhitungan yang dilakukan oleh Celios, pada skenario kenaikan 1,58 persen, surplus usaha bertambah sebesar Rp11,23 triliun. Kemudian pada kenaikan 8,7 persen, surplus ini meningkat menjadi Rp61,84 triliun, dan pada kenaikan 10 persen, mencapai Rp 71,08 triliun.
Walaupun ada peningkatan, menurutnya, angka ini menunjukkan bahwa dampak pada surplus usaha cenderung lebih moderat dibandingkan dampaknya pada pendapatan masyarakat dan tenaga kerja. Namun demikian, temuan ini juga membantah bahwa kenaikan upah minimum akan berdampak negatif terhadap dunia usaha. Yang perlu diperhatikan juga, adalah impor barang konsumsi harus dikurangi.
Pada dasarnya, kenaikan konsumsi rumah tangga akan mendorong permintaan barang-barang industri. Secara agregat, pendapatan perusahaan akan semakin meningkat juga. Bhima juga menyampaikan, Presiden Prabowo Subianto dinilai masih berhati-hati dalam menggunakan UMP sebagai cara mendorong pemulihan daya beli tahun depan. Menurutnya, kenaikan UMP 6,5 persen di 2025 masih terlalu rendah untuk mendorong konsumsi rumah tangga.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengungkapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi atau UMP 2025 sebesar 6,5 persen yang ditetapkan oleh Pemerintah dapat membantu meningkatkan kembali daya beli pekerja. Dalam konteks berdasarkan pertumbuhan nasional, maka angka UMP 2025 ini sudah di rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional, sedangkan kalau bicara terkait inflasi secara umum maka angka UMP 2025 di atas inflasi.
Presiden mengatakan kenaikan ini sedikit lebih tinggi dari usulan Menteri Ketenagakerjaan Yassierli, yang sebelumnya merekomendasikan kenaikan sebesar 6 persen. Keputusan itu diambil setelah rapat terbatas yang membahas upah minimum sebagai jaring pengaman sosial bagi pekerja, terutama yang bekerja kurang dari 12 bulan. Presiden menjelaskan bahwa keputusan final diambil setelah melalui diskusi mendalam, termasuk dengan para pimpinan buruh.
Dosen Hukum Ketenagakerjaan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Dr. Agusmidah, S.H.M.Hum, juga mengatakan, besaran upah minimum yang ditetapkan oleh Presiden Prabowo Subianto juga perlu sama-sama diteliti lebih dalam. Terutama kebijakan yang akan diambil tersebut, harus ada sinergritas bersama. Tidak hanya di tinggkat pusat, tapi juga harus ada regulasi atau aturan yang mengatur terkaita dengan besaran upah minimum tersebut hingga tinggkat Provinsi, Kabupaten/Kota di Indonesia secara merata.
Pihaknya berharap agar mekanisme ketenaga kerjaan dapat diperkuat dan juga pemerintah dapat menjaga stabilitas kebutuh pokok ditengah masyrakat. Karena dengan adanya peningatan dari upah minimum tersebut, diharapkan juga akan berdampak pada perekonomian dalam negeri yang meningkat. Disisi lain, kebijan yang akan diterapkan tersebut harus melihat pada dua sisi, baik dari kaca mata tenaga kerja maupun dari kacamata perusahaan. Sehingga ada kesinambungan dan juga menciptakan kesejahteraan yang dapat dioptimalkan dengan baik.
Program: Sudut Pandang
Narasumber: Dr. Agusmidah, S.H.M.Hum. – Dosen Hukum Ketenagakerjaan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara