MQFMNETWORK.COM, Bandung – Sejak berakhirnya Perang Dunia II dan terbentuknya Dewan Keamanan PBB pada 24 Oktober 1945, struktur keanggotaannya tetap tidak mengalami perubahan signifikan meskipun kondisi dunia telah berubah. Saat ini, DK PBB terdiri dari lima anggota tetap Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Rusia, dan China. Meski awalnya dibentuk untuk menjaga perdamaian dan keamanan dunia, DK PBB kini dianggap oleh Sekretaris Jenderal Antonio Guterres sebagai institusi yang semakin kehilangan efektivitas dan kredibilitasnya.
Setiap beberapa dekade, muncul wacana untuk memperluas jumlah anggota tetap DK PBB. Terakhir, Rusia sebagai salah satu anggota tetap mengusulkan penambahan anggota tetap dari negara-negara berkembang seperti India, Brasil, dan Afrika. Reformasi ini muncul kembali dalam rangkaian Sidang Umum PBB pada September 2024 dan didukung oleh beberapa negara. Pembahasan reformasi juga mencakup penghapusan hak veto, yang dianggap menghambat keputusan-keputusan penting serta mengusulkan pengusiran anggota DK yang terlibat dalam konflik ilegal.
Dampak dan Tantangan Reformasi DK PBB
Usulan ini menghadapi tantangan diplomatik, terutama dari negara-negara anggota tetap saat ini yang enggan berbagi kekuasaan. Misalnya, Tiongkok menolak keanggotaan India karena perseteruan perbatasan dan persaingan pengaruh di Asia. Di sisi lain, India menolak menjadi anggota tetap DK PBB tanpa hak veto, karena merasa hak ini penting untuk pengambilan keputusan.
Indonesia, yang pernah menjadi anggota tidak tetap di DK PBB pada beberapa periode (1973-1974, 1995-1996, 2007-2008, dan 2019-2020), melihat peluang untuk meningkatkan peran dan posisinya di DK PBB. Argumentasi yang disampaikan oleh beberapa pihak di Indonesia adalah bahwa DK PBB harus merefleksikan kondisi global saat ini, dengan mempertimbangkan jumlah penduduk, luas wilayah, dan representasi budaya serta agama. Misalnya, Indonesia yang memiliki populasi besar dan wilayah luas dengan kekayaan budaya dan keragaman agama, dinilai dapat menjadi representasi negara berkembang serta mayoritas Muslim di tingkat global.
Tantangan dalam Pelaksanaan Reformasi
Namun, penambahan anggota tetap dan perubahan struktur DK PBB ini bukanlah hal mudah, mengingat kuatnya dominasi negara-negara besar saat ini. Beberapa negara anggota tetap, seperti Amerika Serikat, Rusia, dan China, mungkin merasa terancam dengan adanya penambahan anggota tetap dari negara berkembang, yang dapat menggeser dinamika kekuasaan. Selain itu, reformasi ini berpotensi menimbulkan persaingan politik baru di antara negara-negara berkembang.
Reformasi DK PBB ini masih dalam tahap perdebatan panjang dan akan membutuhkan dukungan dari mayoritas anggota PBB, baik untuk perluasan keanggotaan, penghapusan hak veto, maupun pembaruan mekanisme penegakan keputusannya. Meski proses ini rumit, harapannya, dengan dukungan negara-negara seperti Indonesia, reformasi DK PBB dapat tercapai demi mewujudkan tata kelola dunia yang lebih inklusif dan adil.
Presiden memiliki hak prerogatif untuk memilih pimpinan Kementerian Luar Negeri yang idealnya diisi oleh tim dengan berbagai keahlian dalam negeri, hubungan antaragama, hukum internasional, dan negosiasi ekonomi. Tim ini akan mendukung kerja sama dengan TNI dan Kementerian Dalam Negeri, terutama dalam menangani krisis serta memperkuat hubungan internasional dan kerjasama strategis. Dengan pembagian tugas yang efektif, diharapkan Kementerian Luar Negeri dapat berperan sebagai representasi yang kuat bagi Indonesia di forum global dan menjaga kepentingan nasional di berbagai wilayah dunia.