
MQFMNETWORK.COM, Bandung – Perang dagang antara Amerika Serikat dengan China semakin memanas. Setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump yang memberikan kebijakan barang impor dari China yang masuk ke negaranya dengan kenaikan tarif 145 persen, kini giliran China yang melancarkan serangan balik.
Melalui pengumuman yang disampaikan Dewan Tarif mereka, China mengumumkan akan menaikkan tarif impor barang asal Amerika dari 84 persen menjadi 125 persen. Melalui kenaikan tersebut, Beijing mengindikasikan bahwa mereka tidak akan melayani perang tarif Amerika Serikat lagi dengan menaikkan tarif atas barang-barang impor dari Amerika Serikat di atas 125 persen.
Menurut China, langkah tersebut dilakukan karena China menganggap perang tarif hanya sekedar permainan angka tanpa arti ekonomi. Juru bicara Dewan Tarif China mengatakan, pemberlakuan tarif yang sangat tinggi secara berturut-turut terhadap Tiongkok oleh AS telah menjadi tidak lebih dari sekadar permainan angka tanpa signifikansi ekonomi yang nyata. Hal tersebut hanya semakin mengungkap praktik AS yang menjadikan tarif sebagai senjata sebagai alat intimidasi dan pemaksaan.
Amerika semakin gencar melancarkan serangan dagang ke China. Setelah pada 9 April lalu mereka menaikkan tarif impor barang China dari 84 persen menjadi 125 persen, tarif tersebut mereka naikkan kembali menjadi 145 persen. Penerapan tarif 145 persen ini menandakan balasan terbaru dari AS terhadap kenaikan tarif yang dilayangkan China untuk barang-barang AS yang ingin masuk ke China.
Disamping itu, nilai tukar rupiah terus melemah dalam lebih dari sepekan terakhir. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dari tingginya tekanan global, Bank Indonesia memutuskan melakukan intervensi di pasar Off-Shore (Non Deliverable Forward/NDF). Langkah ini diambil melalui Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada Senin 7 April lalu.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso mengatakan, kebijakan tarif resiprokal yang diumumkan pemerintah Amerika Serikat pada 2 April 2025 dan respons kebijakan retaliasi tarif impor oleh pemerintah China pada 4 April 2025 telah menimbulkan gejolak pasar keuangan global.
Intervensi di pasar off-shore dilakukan Bank Indonesia secara berkesinambungan di pasar Asia, Eropa dan New York. Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan intervensi di pasar domestik sejak awal pembukaan pada 8 April 2025 dengan mengintervensi pasar valas serta pembelian surat berharga negara di pasar sekunder.
Langkah lainnya, Bank Indonesia juga mengoptimalisasi instrumen likuiditas rupiah untuk memastikan kecukupan likuiditas di pasar uang dan perbankan domestik. Serangkaian langkah-langkah Bank Indonesia tersebut ditujukan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah serta menjaga kepercayaan pelaku pasar dan investor terhadap Indonesia.
Peneliti Center Of Reform On Economics (Core) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet mengungkapkan terdapat dampak langsung dan dampak tidak langsung yang akan diterima oleh Indonesia. Salah satu hal yang akan berdampak adalah terkait dengan mahalnya barang yang di ekspor serta akan mempengaruhi harga komoditas.
Menurutnya, pemerintah harus mampu mendesain kebijakan perekonomian yang ada di Indonesia, serta dapat juga menggodok aturan untuk dapat meminimalisir dampak perang dagang tersebut. Pihaknya mengatakan, hal tersebut harus dilakukan secara hati-hati dan juga harus ada pengawasan yang jelas. Disamping itu, masyarakat juga harus mampu menyusun keuangan dengan lebih bijak untuk mengantisipasi perubahan yang terjadi berkaitan dengan kebutuhan ekonomi yang terjadi.
Program: Bincang Sudut Pandang
Narasumber: Peneliti Center Of Reform On Economics (Core) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet