MBG

MQFMNETWORK.COM, Bandung – Ketua DPD Sultan B Najamuddin, menuai kritik tajam atas wacana penggunaan dana zakat untuk mendanai program Makan Bergizi Gratis (MBG). Pengamat Hukum dan Pembangunan, Hardjuno Wiwoho menilai, ide tersebut tidak sesuai dengan prinsip Tata Kelola Keuangan Negara dan Aturan Pengelolaan Zakat yang telah diatur dalam UU nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

Pihaknya menegaskan, bahwa dana zakat memiliki aturan penggunaan yang ketat berdasarkan syariat islam, sehingga mengalihkannya untuk program seperti MBG dapat menimbulkan polemik. Mneurutnya, wacana penggunaan dana zakat tersebut memperlihatkan pimpinan DPD tidak peka terhadap situasi dan kondisi bernegara. Dengan demikian, dirinya berharap usulan terkait dana zakat tersebut tidak berlanjut, karena saran tersebut bukan soal kreatif atau tidaknya sebuah ide tetapi soal keberpihakan terhadap prinsip tata kelola keuangan negara yang transparan dan bertanggung jawab.

Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan, Putranto menilai usulan penggunaan dana zakat masyarakat untuk mendukung program makan bergizi gratis (MBG) tidak sesuai dengan tujuan zakat dan bahkan memalukan jika diterapkan.

Tanggapan MUI

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas menanggapi usulan ketua DPD RI, Sultan B Najamuddin soal penggunaan dana zakat untuk program makan bergizi gratis (MBG), menurutnya untuk suatu kondisi hal tersebut tidak tepat.

Disampaikan lebih lanjut, apabila dari dana zakat tentu akan ada ikhtilaf atau perbedaan pendapat diantara para ulama, kecuali apabila makanan bergizi tersebut diperuntukkan bagi anak-anak yang berasal dari keluarga fakir dan miskin. Tetapi apabila untuk menyediakan mbg bagi anak-anak dari keluarga yang berada tentu tidak tepat kecuali kalau diambil dari dana infak dan sedekah.

Senada dengan hal tersebut, Wakil Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH Abdul Muiz juga mengungkapkan, dana infak dan sedekah bisa digunakan untuk membiayai program MBG dari keluarga berada, karena penyaluran dana tersebut tidak seketat penyaluran zakat. Dalam islam, hanya delapan golongan penerima zakat yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, orang yang dililit hutang, budak yang ingin memerdekakan diri, ibnu sabil dan fi sabilillah.

Apabila program tersebut menggunakan dana wakaf, dirinya menyebut hal tersebut akan menghilangkan zat atau pokoknya. Mengingat, wakaf terdiri dari benda atau zat dan manfaat atau hasilnya. Apabila mewakafkan uang maka pokoknya tidak boleh hilang dan tetap menjadi milik yang mewakafkan, sementara manfaatnya bisa diambil oleh pihak yang menerima wakaf. Oleh karena itu istilah wakaf makanan bergizi tidak bisa, karena dzat atau pokoknya menjadi hilang.

Akan tetapi, jika yang diambil dalam hal ini adalah hasil pengelolaan harta wakaf, menurutnya diperbolehkan asal ada persetujuan dari pihak yang mewakafkan, atau penggunaan hasilnya oleh si pengelola wakaf tidak bertentangan dengan niat dari pihak yang mewakafkan.

Menurutnya, hal yang memungkinkan dalam hal ini adalah penggunaan hadiah dan hibah atau infak dan sedekah. Namun, ini juga akan menimbulkan perbedaan pendapat. Pihaknya memberi alternatif, bahwa program makan bergizi gratis dapat dilakukan secara bertahap, sesuai ketersediaan anggaran.

Narasember: Wakil Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH Abdul Muiz
Program: Bincang Sudut Pandang