Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mendapat Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan BPKH Tahun 2020 berdasarkan
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Opini WTP ini merupakan yang ketiga kalinya berturut-turut
sejak BPKH menyusun Laporan Keuangan Tahun 2018.

Kepala Badan Pelaksana BPKH Anggito Abimanyu menyatakan bagi BPKH Opini WTP atas
Laporan keuangan BPKH ini merupakan hal yang sangat penting bukti akuntabilitas
pengelolaan dana haji. Opini WTP ini untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat atas
pengelolaan dana haji yang prudent.

“Opini WTP juga menjadi bukti bahwa dana haji telah dikelola secara profesional, hati-hati,
transparan dan akuntabel. Selain itu, Opini WTP ketiga kalinya ini menunjukan bahwa
pengelolaan dana haji aman dan Likuid sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku”,
ujar Anggito.

Secara konsisten pengelolaan dana haji dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat
dimana hasilnya berupa nilai manfaat dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan
ibadah haji itu sendiri setiap tahun.

Laporan Keuangan BPKH terdiri dari Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, Laporan
Perubahan Aset Neto dan Laporan Realisasi Anggaran. Posisi dana haji yang dikelola BPKH
sampai dengan bulan Desember 2020 mengalami peningkatan 16,56 % atau menjadi sebesar
Rp144,91 triliun, terdiri dari Rp141,32 triliun alokasi dana penyelenggaraan Ibadah haji dan
Rp3,58 triliun Dana Abadi Umat.

Dana haji aman dikelola oleh BPKH dapat dilihat dari Rasio Solvabilitas dan Rasio Likuiditas
wajib. Rasio Solvabilitas yang juga dikenal dengan sebutan leverage ratio ialah suatu rasio
yang digunakan dalam rangka menilai kemampuan BPKH atas pelunasan utang dan seluruh
kewajibannya dengan menggunakan jaminan aktiva dan aset netto (harta kekayaan dalam
bentuk apa pun) yang dimiliki dalam jangka panjang serta jangka pendek. Rasio Solvabilitas
BPKH dari tahun 2018 sampai 2020 terus bertumbuh, dari 104% menjadi 108%.

Rasio likuiditas wajib adalah kemampuan BPKH menyediakan Biaya Penyelenggaraan Ibadah
Haji (BPIH) dalam tahun berjalan. Berdasarkan amanah UU No.34 tahun 2014, BPKH wajib
menjaga minimal 2x BPIH. Dalam realisasinya, tahun 2020 rasio likuiditas wajib terjaga
sebesar di angka 3,82x BPIH. rasio likuiditas wajib 3,82x berarti BPKH telah mempersiapkan
dana untuk penyelenggaraan Ibadah Haji mendekati 4 kali pelaksanaan haji. Dana likuid untuk
penyelenggaraan Ibadah Haji bersumber dari aset lancar yang ditempatnya di bank Syariah
(BPS-BPIH) dan investasi Jangka Pendek senilai Rp54 triliunNeraca BPKH 2020 menyajikan jumlah kewajiban kepada Jemaah tunda/batal berangkat(Rp8,6 triliun), namun tidak mencatat adanya kewajiban atau utang khususnya kepada penyedia hotel atau layanan di Arab Saudi.

Laporan operasional BPKH tahun 2020 mencatat surplus sebesar Rp5,8 triliun dan tidak
terdapat investasi yang mengalami rugi. BPKH juga telah menyalurkan dana Rp2 triliun dalam
bentuk virtual account bagi jemaah tunda dan jemaah tunggu.

Selain memberikan opini WTP, BPK juga menyampaikan sejumlah rekomendasi yang
dimaksudkan untuk terus meningkatkan kinerja kualitas Pengelolaan Keuangan Haji ke depan.
“BPKH mengapresiasi seluruh rekomendasi yang diberikan dan telah menindaklanjutinya dan
berkomitmen menyelesaikan untuk perbaikan kinerja terus menerus, audit yang dilakukan
BPK menjadi bukti bahwa dana haji mendapatkan pengawasan yang sangat ketat. BPK juga
menjunjung tinggi independensi, Obyektifitas dan Profesionalisme dalam mengawasi Dana
Haji”, pungkas Anggito di Jakarta, Selasa (29/06).

Berdasarkan Undang-Undang No 34 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan keuangan Haji, Laporan
keuangan disampaikan setiap semester dan tahunan kepada Presiden dan DPR.
Dalam menjalankan tugas BPKH juga telah tersertifikasi ISO 9001:2015 (sertifikasi Sistem
Manajemen Mutu) dan ISO 37001:2016 (Sistem Manajemen Anti penyuapan). Mendukung
tercapainya Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
(KKN) Anggota Badan Pelaksana, Dewan Pengawas dan Pegawai BPKH berkomitmen untuk
melaporkan kekayaannya berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang
Peyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan UndangUndang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagai bentuk transparansi mendukung upaya penerapan Tata Kelola yang Baik dengan
mengeluarkan Peraturan BPKH Nomor 8 Tahun 2018 tentang Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara (LHKPN) di Lingkungan BPKH.
Memperkuat komitmen pencegahan korupsi, BPKH juga telah menerapkan Sistem
Penanganan Pengaduan (Whistle Blowing System).