Sahabat MQ, sebenarnya cemas adalah perasaan yang wajar. Cemas ketika mengalami sesuatu yang baru, cemas saat mau ujian, cemas ketika akan melahirkan anak pertama, atau cemas saat mendampingin istri melahirkan.

Setahun terakhir menghadapi pandemi, wajar jika kita merasa cemas. Namun, cemas menjadi tidak wajar kalau kita tidak bisa mengelolanya.

Pertama, kita perlu mengenali dulu penyebab rasa cemas

Setelah kita kenali, baru bisa kita kelola. Happiness for Productivity Trainer drg. Irvianty Yura dalam siaran Inspirasi Pagi MQFM mengingat pesan gurunya, Yasir Utama, “cemasmu merampas waktumu”.

Cemas merampas waktu ketika tidak dikelola dengan baik. Kecemasan akan semakin bertambah dan mengakibatkan stress sehingga mengganggu fisik dan emosi. Hal ini dapat mengganggu produktivitas dan kualitas hidup kita berkurang.

Cemas sebenarnya alarm bagi tubuh. Dengan cemas, kita bisa waspada dan antisipasi. Ketika kita mengenali diri, tahu hal apa saja yang membuat diri kita cemas, maka kita tahu apa yang harus dilakukan. Ya, mencegah lebih baik dari pada mengobati.

Kedua, terima bahwa kita cemas

Kalau kita tidak menerimanya, kita tidak bisa mengelola dengan baik yang justru nanti akan mempengaruhi pikiran, fisik, dan emosi kita.

Ada dua prinsip agar kita bisa memperkuat pondasi diri kita.

  1. Memilih untuk bahagia

Bahagia adalah pilihan. Kita bisa memilih mau bahagia atau tidak. Satu-satunya makhluk yang diberikan kehendahk untuk memilih oleh Allah adalah manusia. Maka, kita berhak untuk memilih bahagia.

  1. Koneksikan pikiran, hati, dan tubuh

Pikiran mempengaruhi hati dan fisik. Faktanya, 70% penyakit adalah psikosomatik. Penyakit dimulai dari pikiran, karena tubuh dan hati juga terkoneksi maka menimbulkan penyakit.

Dua hal ini diperlukan saat kita mengelola rasa cemas. Kita perlu terus berlatih untuk mengelola diri, perasaan, dan tubuh kita. Karena, yang kita butuhkan sekarang adalah sehat fisik dan mental dan ini akan meningkatkan imun kita.