Realitas kematian merupakan kepastian, tidak bisa ditolak. Suka maupun tidak setiap manusia dan makhluk hidup yang bernafas pasti akan mengalami kematian. Dalam perspektif filsafat Islam kematian merupakan awal kehidupan, dan kematian di dunia merupakan suatu awal kehidupan di akhirat. Akan tetapi, pengetahuan dan pengalaman tentang kematian masih saja penuh dengan misteri. Dalam hal kematian tersebut, tiada satu pun manusia yang akan memajukan maupun memundurkan waktu datangnya kematian, sekalipun seseorang tersebut bersembunyi pada salah satu tempat atau lorong yang sepi dan sunyi, karena di manapun dan kapanpun jika Allah sudah menghendaki mati maka terjadilah.

Kematian ini bagi mereka yang masih belum ingat dan mempersiapkannya merupakan suatu kejadian yang amat menyakitkan, karena apabila diceritakan tentang kematian seolah-olah berakhir segalanya, musnah dan juga tidak ada lagi yang bisa dilakukannya dalam suatu hal apapun. Oleh sebab itu bagi orang Islam, kematian adalah pintu gerbang yang menunjukkan ke tempat dimana ia akan menerima balasan apa yang telah diperbuatnya dimana tempat tersebut ujungnya ada dua cabang, yakni kebahagiaan dan juga kesengsaraan.

Sebagaimana sabda Rasulallah saw, yang berbunyi: “ Manusia cerdas yaitu yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya”. (HR. Ibnu Majah ). Dengan hadist ini, maka seorang muslim diajarkan bahwa ada kehidupan setelah kematian, dan supaya mudah dihisab nanti maka alangkah baiknya untuk mempersiapkan diri dengan memperbanyak bekal. Persiapan bekal tersebut yakni dengan beramal baik. Dengan begitu, nanti kematian tiba akan senang dan tenang di sisi Allah.

Peristiwa kematian merupakan pertemuan hamba dengan Pencipta-Nya. Peristiwa kematian ini bukan suatu hal yang menakutkan jikalau hamba terus menerus mengenal dan merasa diawasi oleh Allah SWT. Hal ini merupakan latihan dari ajaran tasawuf dzikrul maut. Al-Ghazali mengatakan bahwa, mati ialah suatu persoalan yang besar, serta masalah yang luar biasa, tidak ada suatu hal yang luar biasa melebihi kematian itu. Adapun orang ma’rifat, maka ia mengingat kematian dengan terus menerus. Karena mengingat kematian adalah janji bagi perjumpaan dengan kekasihnya. Orang yang mencintai itu tidak lupa sama sekali akan janji perjumpaan dengan orang yang dicintai. Ingat akan kematian merupakan suatu manfaat yang besar, karena kematian bisa meminimalisir kehidupan dan akan merubah hati tidak condong pada dunia.

Sahabat MQ, seseorang yang selalu mengingat pada kematian, percaya bahwa hidup di dunia hanya sementara akan menjadi obat dalam hatinya selama hidup. Ketika banyak masalah yang menimpa, ia hanya ingat bahwa Allah lah yang mengendalikan segalanya yang ada di hidup manusia. Tanpa Allah kebaikan hidup tidak akan pernah terwujud. Seseorang yang meyakini kematian ia akan terus mengingat Allah selalu ada disampingnya, Allah tidak pernah tidur untuk mengawasinya, Allah selalu setia menjadi pelipur lara meski cobaan terus membara tiada tara.

Seseorang yang mengingat kematian juga akan menyerahkan segala kehidupannya hanya untuk Allah swt. sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-An’am ayat 162:

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Terjemah: “Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”