MQFMNETWORK.COM, Bandung – Penghapusan pajak properti, yang mencakup Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Biaya Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk pembelian rumah mendapatkan sorotan. Dengan total pajak yang saat ini berkisar sekitar 16%, kebijakan ini bisa menjadi angin segar bagi banyak calon pemilik rumah.
Menurut Ketua Satgas Perumahan, Hashim Djojohadikusumo, penghapusan pajak ini tidak hanya akan meringankan beban finansial bagi pembeli rumah, tetapi juga diharapkan menjadi stimulus bagi sektor properti. Rencana ini akan dilaksanakan dalam satu hingga tiga tahun pertama masa pemerintahan, dengan harapan dapat meningkatkan daya beli masyarakat dan merangsang investasi di sektor perumahan.
Penghapusan pajak properti ini bisa dilihat sebagai upaya strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengatasi masalah perumahan yang telah lama menjadi tantangan di Indonesia. Dalam konteks ini, penghapusan PPN sebesar 11% dan BPHTB sebesar 5% diharapkan akan memberikan efek domino yang positif, menciptakan lebih banyak peluang bagi pengembang dan investor.
Namun, di tengah wacana penghapusan pajak properti, muncul berita yang bertolak belakang pada awal bulan September mengenai rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi individu yang membangun rumah sendiri. Kenaikan ini diperkirakan akan menaikkan tarif PPN dari 2,2% menjadi 2,4%, dan direncanakan mulai berlaku pada tahun 2025.
Kenaikan PPN ini menjadi perhatian karena dapat mempengaruhi keputusan banyak orang yang memilih membangun rumah tanpa menggunakan jasa kontraktor. Bagi mereka yang berusaha menekan biaya, penambahan pajak ini bisa menjadi beban yang signifikan. Jika kebijakan ini diterapkan bersamaan dengan penghapusan pajak properti, akan timbul pertanyaan mengenai konsistensi dan efektivitas kebijakan pemerintah dalam mendukung akses masyarakat terhadap perumahan yang terjangkau.
Dampak pada Pasar Properti
Pasar properti Indonesia telah mengalami stagnasi dalam beberapa tahun terakhir, terutama akibat dampak pandemi COVID-19. Pertumbuhan yang lambat ini membuat banyak pengembang terpaksa menunda proyek, dan banyak masyarakat yang kesulitan untuk memiliki rumah. Dengan adanya rencana penghapusan pajak, diharapkan pasar properti bisa kembali bergairah, menciptakan lebih banyak proyek perumahan yang terjangkau, dan meningkatkan akses bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah.
Penghapusan pajak, termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Biaya Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), diharapkan dapat mendorong aktivitas di pasar properti. Beban pajak yang tinggi selama ini telah menjadi penghalang bagi pertumbuhan, dan langkah ini dianggap sebagai stimulus yang tepat. Dalam konteks pemulihan ekonomi global, mengurangi beban pajak akan mendorong lebih banyak transaksi di sektor properti, yang pada gilirannya dapat meningkatkan pemasukan negara.
Pemerintahan Prabowo menunjukkan komitmen yang kuat terhadap sektor properti, salah satunya melalui pembentukan Kementerian Perumahan yang terpisah dari Kementerian Pekerjaan Umum. Pembentukan kementerian ini diharapkan akan meningkatkan konsentrasi, fokus, dan perhatian pemerintah terhadap masalah perumahan. Dengan adanya kementerian khusus, diharapkan masyarakat yang tidak memiliki rumah akan lebih mudah mengakses perumahan yang terjangkau. Peningkatan akses terhadap lahan baru juga akan membuka peluang bagi pengembang untuk menawarkan rumah dengan harga lebih bersahabat.
Secara keseluruhan, langkah-langkah ini diharapkan dapat mengubah dinamika pasar properti, menjadikannya lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat, dan akhirnya membantu mengatasi masalah kepemilikan rumah di Indonesia.