Nabi ibrahim alaihi salam menerima wahyu dalam bentuk mimpi. Dalam mimpi tersebut, ia diperintahkan agar menyembelih anaknya, Ismail alaihissalam.
Nabi Ibrahim tidak ragu untuk menjalankan perintah Allah subhanahu wa ta’ala. Ia pun tidak protes dan tidak menolak perintah untuk menyembelih putranya sendiri. Ia juga tidak bertanya kepada Allah, “Mengapa harus putra saya yang disembelih?” Bahkan Ibrahim tidak berburuk sangka dengan perintah tersebut. Ia tetap yakin akan kebesaran dan keadilan Allah subhanahu wa ta’ala.
Ibrahim paham, ia akan kehilangan buah hati yang dicintainya. Namun ia tetap yakin, bahwa Allah lebih menyayangi Ismail dari pada dirinya sendiri. Ibrahim sadar, perintah Allah untuk menyembelih putranya bertentangan dengan kepentingan pribadinya, akan tetapi ia yakin bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan ketaatannya.
Apakah ismail terbunuh dalam penyembelihan itu? Tentu saja tidak. Karena Allah subhanahu wa ta’ala menjaganya dan Allah gantikan posisi Ismail dengan seekor hewan kurban besar dan bagus. Inilah yang menunjukkan kebesaran, kekuasaan, dan keagungan Allah subhanahu wa ta’ala.
Allah Mahabijaksana, Mahamengerti akan kepentingan pribadi setiap orang di antara kita. Allah tidak akan merampas kepentingan pribadi kita dengan memberikan perintah atau larangan yang bertentangan dengan kepentingan pribadi tersebut.
Allah hanya ingin menguji kadar ketaatan setiap manusia itu. Adakah mereka taat dan loyal terhadap perintah dan larangan Allah subhanahu wa ta’ala?
Jika Allah subhanahu wa ta’ala melihat ketulusan loyalitas seseorang terhadap perintah dan larangannya, maka Allah akan mengganti dengan yang lebih besar dari kepentingan pribadi seseorang yang hilang akibat loyalitas kepadanya.
Ibadah kurban adalah upaya meneladani ketaatan murni Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, bapak para nabi yang telah diutus untuk memberikan keteladanan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur bagi semua manusia dari masa ke masa dari berbagai etnisnya.
Sahabat MQ, lantas mengapa kita masih enggan berkurban?