Sahabat mq, pernahkah terbayangkan oleh kita jika ketika kita meninggal, kita dapat mengucapkan “laa ilaaha illallah”?. Tentu saja setiap orang mendambakan jika diakhir hidupnya atau di saat sakaraatul maut lidah kita ringan mengucapkan kalimat Laa ilaaha illallah, dan meninggal dalam keadaan khusnunl khotimah.

Setiap mahluk diciptakan oleh allah selalu berkaitan dengan batasan waktu, dimana ada awal disitu juga ada akhir, ketika ajal sudah menjemput maka tak ada yang mampu menghalanginya, setiap manusia berharap agar akhir hayatnya dalam keadaan baik atau lebih dikenal dengan husnul khotiman.

Lantas sahabat mq, apakah anda mengenal tanda-tanda orang yang mendapatkan husnul khotimah?

Imam suyuthi dalam kitab syarah as-shudur fi hal al-mauta wa al-kubur, mengutip sebuah hadis yang diriwayatkan oleh imam tirmidzi dan imam al-hakim dari sahabat anas, yang artinya “ketika Allah menghendaki hambanya menjadi baik, maka Allah akan menuntunnya, bagaimana Allah menuntunnya?, lantas nabi menjawab, allah akan menuntunnya unntuk berbuat hal-hal baik sebelum ia meninggal” ( hr tirmidzi dan al-hakim).

Dalam kitab faidhul qadir, imam al-munawi menjelaskan bawha, orang yang dikehendaki oleh allah baik akhir hayatnya akan dimudahkan untuk bertaubat dan selalu melakukan amal kebaikan.

Ada beberapa tanda orang yang meninggal dalam khusnul khotimah

Pertama, yaitu mati karena memepertahankan kehormatannya, atau hartanya ingin dirampas orang lain.

Dari sa’id bin zaid, dari nabi shallallahu ‘alaihi wa salla, beliau bersabda “siapa yang dibunuh karena membela hartanya, maka ia akan syahid, siapa yang dibunuh karena membela keluarganya, maka ia syahid, siapa yang dibunuh karena membela darahnya atau karena membela agamanya, maka ia syahid.

Yang kedua,  yaitu meninggal karena sedang menjaga wilayah perbatasan di jalan allah ta’ala.

Dalam HR muslim, jika kita berjaga sehari semalam di daerah perbatasan, lebih baik daripada puasa berserta shalat malam selama satu bulan, dan jika seandainya meninggal, maka pahalanya akan diberikan rezeki baginya, dan ia terjaga dari fitnah.

Selanjutnya sahabat mq tanda-tanda jika mendapatkan husnul khotimah yaitu, meninggal dunia dengan kening berkeringat.

Dalam kasus ini, para ulama mengatakan bahwa hal ini dapat diibaratkan bahwa betapa beratnya kematian, dan keluarnya keringat di kening tersebut pertanda bahwa sebagai penghapusan dosa atau dtinggikan derajatnya’ insya allah.

Yang terakhir, yaitu ketika meninggal dunia pada malam atau hari jumat.

Tanda ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan abdullah bin umar ra. Beliau mendengar bahwa nabi saw bersabd, “tidaklah seorang muslim meninggal dunia pada hari jumat atau malamnya,  melainkan allah akan melindunginya dari fitnah siksa kubur.

Sahabat mq, sebagai umat islam tentunya cita-cita terakhir kita sebelum menghadap sang khalik adalah mendapatkan husnul khatimah.

Selain bermodal taqwa dan terus berupaya meningkatkan kualitas ibadah kita, para ulama telah mengajarkan beragam amalan untuk menghadapi husnul khatimah.

Allah swt mengingatkan tentang sunatullah yang berlaku dalam kematian seseorang, ada yang wafatkan dalam keadaan husnul khotimah, dan sebaliknya sebagai su’ul khitumah. Allah swt berfirman dalam qs ar-ra’ad ayat 28  yang artinya, “yaitu orang-orang yang dimatikan oleh para malaikuat dalam keadaan berbuat zalim kepada diri mereka sendiri, lalu mereka menyerah diri sambil berkata: kami sekali-kali tidak ada mengajarkan sesuatu kejahatanpun, lalu malaikat menjawab, ada sesungguhnya allah maha mengetahui apa yang telah kamu kerjakan”.

Seorang nabi yang sudah mendapatkan jaminan akhiratnya, tetap selalu berusaha dan berdo’a  agar meraih husnul khotimah,  contoh yang dapat kita ambil yaitu kisah nabi yusuf as, ketika di puncak keberhasilannya menjadi salah seorang pembesar istana, ia justru bermohon agar husnul khotimah, seperti yang dikatakan dalam qs yusuf ayat 101 yang artinya “wafatkanlah aku dalam keadaan islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang shalih”.

Sahabat mq, tentu husnul khotimah adalah akhir yang baik saat kematian, namun untuk menghantarkan ke tujuan mulia tersebut harus diawali dengan evaluasi amal yang bersifat berkelanjutan, karena kita tidak ada yang mengetahui dengan pasti kapan kematian akan menjemput.